Snack's 1967

Silsilah Hadits Masyhur [Bag.1]

Masalah Talqin Mayit Setelah DiKuburkan

Mukaddimah

Permasalahan Talqin Mayit merupakan salah satu hal yang krusial dan perlu difahami secara benar, mengingat ibadah adalah hal yang bersifat Tawqîfiyyah (sebatas nash dan sumbernya) sehingga di dalam melaksanakannya perlu ada nash yang pasti; shahih, sharih (jelas) dan kuat.
Dalam hal ini perlu ada pemilahan; antara Talqin Mayit yang disyari'atkan dan yang tidak disyari'atkan. Yang disyari'atkan adalah Talqin Mayit sebelum meninggal alias saat menghadapi sakratul maut karena memang didukung oleh dalil-dalil yang shahih. Yaitu, menalqinkan orang yang sedang sekarat tersebut dengan kalimat Tauhid "Lâ ilâha Illallâh".

Sedangkan yang tidak disyari'atkan adalah ketika sudah meniggal dunia, apalagi sudah dikuburkan. Adalah musibah besar bilamana hal yang serius seperti ini dilakukan berdasarkan hadits yang tidak ketahuan juntrungannya; apakah dapat dijadikan hujjah atau tidak.
Nah, dalam silsilah kali ini kami mengangkat hadits tentang talqin mayit setelah dikuburkan tersebut, Bagaimanakah kualitasnya?, silahkan simak!

Hadits Ketiga

"Menalqin Mayit adalah setelah dikuburkan"

Sumber Hadits

Redaksi seperti ini diriwayatkan di dalam Mu'jam ath-Thabaraniy dengan SANAD DLA'IF (LEMAH)

Catatan Terhadap Kualitas Hadits

Komentar tentang kualitas hadits tersebut diatas disebutkan oleh Imam as-Suyuthiy di dalam bukunya ad-Durar al-Muntatsirah Fil Ahâdîts al-Musytahirah.
Penahqiq (analis) buku tersebut, Syaikh Muhammad Luthfiy as-Shabbâgh menyatakan bahwa hadits tersebut berstatus : MAWDLU'
Hal ini berdasarkan:

  • Kitab al-Fawâ`id al-Majmû'ah Fil Ahâdîts al-Mawdlû'ah karya Imam asy-Syawkaniy, Hal.268
     
  • Kitab Talkhîsh al-Habîr Fî Takhrîj Ahâdîts ar-Râfi'iy al-Kabîr karya Ibn Hajar, Jld.II, Hal.136, sekalipun beliau sudah berupaya untuk menguatkannya.
     
  • Kitab Zâd al-Ma'âd karya Ibn al-Qayyim, Jld.I, Hal.145. Beliau mengomentari hadits diatas, "Tidak shahih (bila dikatakan) Marfû' (terangkat periwayatannya hingga sampai kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam)."
     
  • Kitab Subul as-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm karya ash-Sha'âniy, Jld.II, Hal.113. Beliau berkata, "Pengarang kitab al-Manâr berkata, 'Sesungguhnya ulama yang menggeluti hadits tidak meragukan lagi hadits talqin tersebut adalah MAWDLU'.' "
     
  • Kitab Fatâwa an-Nawawiy karya Imam an-Nawawiy, Hal.37
     
  • Kitab Majma' az-Zawâ`id karya Ibn Hajar al-Haytamiy, Jld.III, Hal.45.

Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbâgh selanjutnya berkata, "Sedangkan menalqinkan mayit sebelum meninggal (saat menghadapi sakarat) dengan kalimat Tauhid, maka hal ini memang valid dan banyak sekali hadits-hadits Shahîh yang menegaskan hal itu. Bisa dilihat pada komentar kami terhadap hadits no.322 pada kitab Mukhtashar al-Maqâshid (al-Hasanah, karya as-Sakhawiy-red.,) dengan tahqiq kami."
(Diambil dari: Kitab ad-Durar al-Muntatsirah Fil Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyuthiy, tahqiq, Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbâgh, Hal.196, Hadits no.469.

Yang Sering Diucapkan Dan Didengar

Hadits Kedua

"Thalaq adalah sesuatu yang halal tetapi paling dibenci di sisi Allah"

Sumber Hadits

Redaksi seperti ini diriwayatkan oleh Abu Dâwud dan Ibn Mâjah dari hadits 'Abdullah bin 'Umar.
Dalam redaksi Imam al-Hâkim,

"Tidak ada sesuatupun yang dihalalkan oleh Allah tetapi paling dibenci-Nya selain thalaq."

Di dalam redaksi kitab Sunan ad-Daylamiy dari Mu'adz bin Jabal disebutkan,

"Sesungguhnya Allah membenci thalaq dan menyukai 'itâq (memerdekakan budak)."

Dalam redaksi yang lainnya -di dalam kitab yang sama- dari jalur Muqâtil bin Sulaiman dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya secara Marfu',


"Tidak ada sesuatu yang halal yang dihalalkan oleh Allah lebih dicintai-Nya dari nikah; dan tidak ada sesuatu yang halal tetapi paling dibenci-Nya selain thalaq."

Di dalam kitab Târîkh Ibn 'Asâkir dari jalur Ja'far bin Muhammad; Syuja' bin Asyrasy menceritakan kepada kami, dia berkata: ar-Rabî' bin Badr menceritakan kepada kami, dari Ayyub, dari Abi Qilâbah, dari Ibn 'Abbas secara Marfu' ditulis dalam redaksi berikut,

"Tidak ada dari sesuatupun yang dihalalkan oleh Allah bagi kalian yang paling dibenci di sisi-Nya selain thalaq."

Kualitas Hadits

Kualitas hadits dalam pembahasan kita di atas (no.2) adalah DLA'IF' (Lemah) dari sisi Sanad nya.

Tentang kelemahan hadits ini dapat dirujuk pada buku-buku berikut:

  • Sunan Abî Dâwud, jld.II, hal.342, no.2177,2178
     
  • Sunan Ibn Mâjah, jld.I, hal.650, no.2018
     
  • al-Mustadrak, karya Abu 'Abdillah al-Hâkim, jld.II, hal.196 . Lafazh redaksi al-Hâkim terdapat di dalam Sunan Abi Dâwud
     
  • as-Sunan al-Kubra, karya al-Baihaqiy, Jld.VII, hal 322
     
  • Mîzân al-I'tidâl, karya Imam adz-Dzahabiy, jld.IV, hal.143
     
  • al-Kâmil, karya Ibn 'Adiy, Jld.IV, hal.1630
     
  • al-Jâmi' al-Kabîr, karya Imam as-Suyuthiy, Jld.I, hal.690 .

Mengenai perawi bernama Muqâtil, menurut para ulama, dia lemah dalam periwayatan hadits. Untuk mengetahui tentang apa saja cacat (Jarh) yang dituduhkan kepadanya, silahkan lihat:

  • Mîzân al-I'tidâl, karya Imam adz-Dzahabiy, jld.IV, hal.173 dan halaman setelahnya
     
  • al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah 'Alâ al-Alsinah, karya Imam as-Sakhâwy, hal. 12
     
  • Tamyîz ath-Thayyib min al-Khabîts Fî m6a yadûru 'alâ Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya 'Abdurrahman bin 'Aly bin ad-Dîba', hal. 5
     
  • Kasyf al-Khafâ' wa Muzîl al-Ilbâs 'Ammâ Isytahara Min al-Ahâdîts 'Alâ Alsinah an-Nâs, karya al-'Ajlûny, Jld I, hal. 29
     
  • Dla'îf al-Jâmi' ash-Shaghîr, karya Syaikh al-Albany, no. 44

Tema Hadits

Hadits tersebut sering dijadikan dalil di dalam menyatakan bahwa syari'at Islam amat membenci suatu perceraian (thalaq).

Adalah merupakan hal yang disepakati bahwa syari'at amat mencela terjadinya thalaq sebab memiliki implikasi yang negatif.

Pertanyaannya, apa landasannya?.
Sebagian ulama berhujjah dengan hadits ini dengan menyatakan bahwa ia hadits yang Shahîh dan Muttashil (bersambung mata rantai periwayatnya hingga kepada Rasulullah).
Sebagian ulama lagi, mengatakan bahwa ia hadits yang Dla'îf (Mursal).

(Diambil dari buku 'ad-Durar al-Muntatsirah Fî al-Ahâdîts al-Musytahirah', karya Imam as-Suyuthy, (tahqiq/takhrij hadits oleh Syaikh Muhammad Luthfy ash-Shabbagh), hal. 57, hadits no. 1 dengan beberapa penambahan)

Catatan :

Menurut Muhaqqiq (peneliti) buku yang kami bahas diatas, Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbagh, kualitas hadits tersebut adalah DLA'IF (MURSAL). Hal ini berdasarkan rujukan-rujukan yang kami sebutkan diatas. Pendapat ini nampaknya juga diambil oleh Syaikh al-Albaniy dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Sementara di dalam fatwa al-Lajnah ad-Dâ`imah Lil Buhûts al-'llmiyyah Wal-Iftâ` (lembaga resmi fatwa di Saudi Arabia, semacam MUI), disebutkan bahwa hadits tersebut SHAHIH MUTTASHIL bukan hadits MURSAL secara Sanad dan Matan (Lihat, Fatâwa al-Lajnah ad-Dâ`imah Lil Buhûts al-'llmiyyah Wal-Iftâ` , jld.IV, Hal.438-439, no. fatwa.11005)

yang sering diucapkan atau didengar

Mukaddimah

Yang dimaksud dengan HADITS MASYHUR disini bukan sebagaimana definisinya di dalam Ilmu Mushthalah Hadits, yaitu hadits yang merupakan bagian dari hadits Ahad dan mata rantai periwayatnya dari jenjang pertama hingga terakhir (pengarang buku) berjumlah 3 sampai 9 orang pada setiap levelnya. Akan tetapi yang dimaksud disini adalah Hadits-hadits yang masyhur (tersohor) karena sering diucapkan oleh lisan atau sering didengar, terutama oleh para penceramah. Alias sudah menjadi buah bibir dan disampaikan dari mulut ke mulut.

Dalam hal ini, para ulama banyak yang menulis buku jenis ini karena sangat penting sekali diketahui oleh umat. Hadit-hadits yang ada di dalamnya bervariasi baik dari aspek kualitas maupun tema dimana ia sering dibicarakan orang dan didengar. Masalahnya, ketika seseorang mengucapkannya atau menukilnya, dia seakan mengatasnamakan Rasulullah alias bahwa ia adalah sabda beliau.

Tentu saja, hal ini amat berbahaya bagi umat karenanya para ulama hadits mengantisipasinya dengan mengarang buku jenis ini hingga dapat memudahkan umat di dalam mencari hadits-hadits yang kira-kira sering diucapkan dan didengar tersebut, terkadang menyatakan kualitasnya.

HADITS PERTAMA

“Dinginkanlah makanan, sebab (makanan) yang panas itu tidak ada berkahnya”

SUMBER HADITS:

Hadits tersebut diriwayatkan oleh ad-Daylamy dari Ibnu ‘Umar

KUALITAS HADITS:

Ini adalah ‘HADITS DLA’ÎF’ (Lemah)
Tentang kelemahan hadits ini juga disebutkan di dalam buku-buku berikut:

  • al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah ‘Alâ al-Alsinah, karya Imam as-Sakhâwy, hal. 11
     
  • Tamyîz ath-Thayyib min al-Khabîts Fî m6a yadûru ‘alâ Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya ‘Abdurrahman bin ‘Aly bin ad-Dîba’, hal. 5
     
  • Kasyf al-Khafâ’ wa Muzîl al-Ilbâs ‘Ammâ Isytahara Min al-Ahâdîts ‘Alâ Alsinah an-Nâs, karya al-‘Ajlûny, Jld I, hal. 28
     
  • Dla’îf al-Jâmi’ wa Ziyâdatuhu, karya Syaikh al-Albany, no. 37

TEMA HADITS:

Ada sementara orang yang memberikan nasehat agar jangan melumat makanan yang masih panas tetapi perlu ditunggu dulu hingga adem/dingin sehingga tidak membahayakan.

Bila sebatas alasan tersebut, maka tidak ada masalah selama tidak menggunakan hadits diatas sebagai dalilnya trus meyakininya. Realitasnya, ada sementara orang pula yang berdalih dengan hadits diatas bahwa makanan yang panas itu tidak memiliki BERKAH padahal kualitas hadits tersebut ‘DLA’IF alias LEMAH…

Para ulama sepakat bahwa HADITS DLA’IF tidak dapat dijadikan hujjah kecuali di dalam masalah ‘Fadlâ’-il al-A’mâl’ dimana mereka masih berselisih pendapat tentang ‘kebolehan’ menggunakan hadits DLA’IF terhadap masalah tersebut.

Pendapat yang rajih/kuat dan berkenan di hati adalah berlaku secara umum, artinya semua hadits DLA’IF tidak dapat dijadikan sebagai hujjah selama tidak ada pendukung lain yang menguatkan dan mengangkat statusnya.

(Diambil dari buku ‘ad-Durar al-Muntatsirah Fî al-Ahâdîts al-Musytahirah’, karya Imam as-Suyuthy, (tahqiq/takhrij hadits oleh Syaikh Muhammad Luthfy ash-Shabbagh), hal. 74, hadits no. 51 dengan beberapa penambahan)

ISLAMIC MEDIA
ISLAMIC.XTGEM.COM
HOME