Al-Qur’an -secara umum sebagai sebuah
kitab suci- turun pertama kali kepada Rasulullah pada malam
al-Qadr (Lailatul Qadr) pada bulan Ramadlan. Hal ini
didukung oleh firman Allah Ta’ala (artinya):
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam al-Qadr
(yang mulia)”. (Q.s.,al-Qadr: 1)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan,[3].
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”[44].
(Q.s.,ad-Dukhan:4)
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang
bathil)”. (Q.s., al-Baqarah:185)
Umur Nabi ketika turun ayat pertama kali kepadanya adalah 40
tahun menurut pendapat yang masyhur dari para ulama. Yaitu,
riwayat dari Ibn ‘Abbas, ‘Atha`, Sa’id bin al-Musayyib, dan
periwayat selain mereka. Usia seperti ini adalah usia
mencapai kematangan berfikir, kesempurnaan akal dan
pandangan.
Yang membawa turun al-Qur’an dari Allah Ta’ala adalah
malaikat Jibril, salah satu malaikat yang dekat kepada Allah
dan mulia. Allah Ta’ala berfirman mengenai al-Qur’an (artinya):
“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), [193]. ke
dalam hatimu (Muahammad) agar kamu menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan, [194]. dengan
bahasa Arab yang jelas”.[195]. {Q.s., asy-Syu’arâ`: 193-195}
Malaikat Jibril ini memiliki sifat-sifat yang layak
dimilikinya sebagai utusan Allah untuk para Rasul-Nya.
Padanya ada sifat mulia, kuat, dekat kepada Allah, memiliki
kedudukan dan terhormat di kalangan para malaikat lainnya,
amanah, bagus dan suci. Dalam hal ini, Allah Ta’ala
berfirman (artinya):
“Sesungguhnya al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang
bibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril),[19]. yang mempunyai
kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang
mempunyai 'Arsy”[20]. {Q.s.,at-Takwir: 19-20}
Allah Ta’ala telah menjelaskan kepada kita sifat-sifat
Jibril yang membawa turun al-Qur’an dari sisi-Nya.
Sifat-sifat itu juga menunjukkan betapa agungnya al-Qur’an
dan ‘inayah Allah terhadapnya sebab Dia tidak mengutus orang
yang agung kecuali dengan hal-hal yang agung pula.
Ayat-Ayat al-Qur’an Pertama Yang Turun
Secara mutlaq dan qath’i (pasti), ayat al-Qur’an pertama
yang turun adalah lima ayat pertama dari surat al-‘Alaq.
Kemudian wahyu mengalami masa stagnan (terputus untuk
beberapa waktu), kemudian barulah turun lima ayat pertama
dari surat al-Muddatstsir.
Di dalam kitab ash-Shahîhain, dari ‘Aisyah radliyallâhu 'anha
di dalam kitab ‘Bad`ul Wahyi, dia berkata: “…hingga akhirnya
kebenaran datang kepada beliau saat berada di Gua Hira`,
lalu datanglah malaikat sembari berkata kepadanya: “Bacalah!”.
Lalu Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam menjawab: “Aku tidak
bisa membaca”. Selanjutnya di dalam hadits tersebut malaikat
membacakan firman-Nya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu
Yang menciptakan,[1]. Dia telah menciptakan manusia dengan
segumpal darah.[2]. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling
Pemurah,[3]. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam.[4]. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.[5]”. (Q.s.,al-‘Alaq: 1-5).
Dalam kitab yang sama dari Jabir bahwasanya Nabi Shallallâhu
'alaihi wa sallam bersabda ketika bercerita tentang masa
stagnan turunnya wahyu: “Ketika aku berjalan, aku mendengar
suara dari langit…”. (Dalam hal ini, beliau menyebutkan
seterusnya cerita itu, di dalamnya beliau bersabda lagi) “…Maka
Allah turunkanlah firman-Nya:
“ Hai orang yang berkemul (berselimut),
[1]. bangunlah, lalu berilah peringatan!,[2]. dan Rabbmu
agungkanlah, [3]. dan pakaianmu bersihkanlah, [4]. dan
perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, [5]”. (Q,.s.al-Muddatstsir/74:
1-5).
Permulaan turunnya al-Qur’an yang disebutkan oleh Jabir
tersebut dilihat dari aspek ayat pertama kali turun setelah
masa stagnan turunnya wahyu atau ayat pertama kali turun
berkenaan dengan ‘kerasulan’ beliau sebab ayat-ayat pada
surat al-‘Alaq yang diturunkan tersebut menetapkan nubuwwah
beliau sedangkan ayat-ayat pada surat al-Muddatstsir
diturunkan dalam rangka menetapkan risalah (kerasulan)
beliau Shallallâhu 'alaihi wa sallam, yaitu dalam firman-Nya
(artinya): “Bangunlah, lalu berilah peringatan!”.
Oleh karena itu, para ulama berkata: “Sesungguhnya Nabi
Shallallâhu 'alaihi wa sallam diangkat sebagai Nabi melalui
ayat ‘Iqra`’ dan diangkat sebagai Rasul melalui surat ‘al-Muddatstsir’.
Turunnya al-Qur’an bersifat ‘Ibtidâ`iy’ dan ‘Sababy’
Al-Qur’an turun dalam dua klasifikasi:
Pertama, Secara Ibtidâ`iy’ ; yaitu turunnya tidak didahului
oleh sebab-sebab tertentu. Kondisi seperti inilah yang lebih
dominan terjadi pada kebanyakan ayat-ayat al-Qur’an.
Diantaranya :
Firman-Nya (artinya):
“Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada
Allah:’Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian dari
karunia-Nya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan
pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh’” . (Q,.s.at-Tawbah/09:
75).
Ayat tersebut turun secara Ibtidâ`iy untuk menjelaskan
kondisi sebagian orang-orang Munafiq. Sedangkan riwayat yang
masyhur di kalangan banyak orang bahwa ia turun terhadap
seorang shahabat, Tsa’labah bin Hathib dalam kisah yang amat
panjang dan banyak sekali para Ahli Tafsir yang
menyinggungnya serta sering dipublikasikan oleh para
penceramah; riwayat tersebut Dla’if (lemah), tidak shahih
sama sekali.
Kedua, Secara sababy ; yaitu turunnya didahului oleh sebab
tertentu, diantara sebabnya tersebut:
Bisa jadi berupa pertanyaan yang dijawab oleh Allah,
seperti ayat (artinya):
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah, ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu
bagi manusia dan (bagi ibadat) haji’.” (Q.s.,al-Baqarah:189)
Atau Suatu peristiwa yang terjadi dan memerlukan
penjelasan dan peringatan, seperti firman-Nya:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab,
’Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main
saja’ .” (Q.s.at-Tawbah:65)
Dua ayat tersebut turun terhadap seorang Munafiq yang
berkata pada waktu perang (Ghazwah) Tabuk di dalam satu
majlis: “Kita tidak pernah melihat orang seperti para
Qurrâ` kita tersebut, lebih besar perutnya, lebih dusta
lisannya dan lebih pengecut ketika bertemu musuh”. Yang
mereka tembak adalah Rasulullah dan para shahabatnya.
Lantas hal itu sampai ke telinga Rasulullah Shallallâhu
'alaihi wa sallam dan al-Qur’anpun sudah turun. Lalu
datanglah seorang laki-laki ingin meminta ma’af kepada
Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam, lalu beliau
menjawabnya:
"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu
selalu berolok-olok?." (Q.s.,at-Tawbah:65)
Atau suatu perbuatan yang terjadi dan ia butuh
penjelasan tentang hukumnya, seperti firman Allah:
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita
yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan
mengadukan (halnya) kepada Allah, Dan Allah mendengar
soal jawab antara kamu berdua, sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.s.,al-Mujâdilah:1)
|