Penulisan dan kodifikasi (pengumpulan)
al-Qur'an dilakukan dalam tiga tahapan:
Pertama, Pada masa Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
Pada masa ini, lebih banyak bergantung kepada hafalan
ketimbang tulisan karena daya ingat para shahabat sangat
kuat, mereka sangat cepat dalma menghafal dan orang yang
pandai tulis-baca langka serta terbatasnya alat-alat tulis.
Oleh karena itu, pengkodifikasiannya tidak dimuat di dalam
suatu Mushhaf akan tetapi siapa saja yang mendengar satu
ayat, dia lalu menghafalnya atau menulisnya sebisanya pada
pelepah korma, lembaran dari kulit, batu putih yang tipis
dan tulang pundak (binatang), sedangkan para Qurrâ` (pembaca
al-Qur'an dan penghafal) nya banyak sekali.
Di dalam Shahih al-Bukhariy dari Anas bin Malik radliyallâhu
'anhu dinyatakan bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam mengutus 70 orang yang dikenal sebagai Qurrâ`. Lalu
mereka dihadang oleh dua perkampungan dari Bani Sulaim yaitu
Ra'l dan Dzakwan di sebuah tempat bernama Bi`r Ma'ûnah, lalu
membunuh mereka.
Selain mereka yang telah dibunuh dalam tugas tersebut, juga
ada al-Khulafâ` ar-Rasyidun, 'Abdullah bin Mas'ud, Salim (Mawla
Abu Hudzaifah), Ubay bin Ka'b, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin
Tsabit dan Abu ad-Dardâ` radliyallâhu 'anhum.
Kedua, Pada masa Abu Bakar radliyallâhu 'anhu, tahun 12 H
Sebab utamanya adalah terbunuhnya sejumlah besar para Qurrâ`
pada perang Yamamah, diantaranya Salim, Mawla Abu Hudzaifah
yang merupakan salah seorang dari kalangan mereka yang Nabi
perintahkan agar al-Qur'an ditransfer darinya.
Lalu Abu Bakar memerintahkan pengkodifikasian al-Qur'an agar
tidak lenyap (dengan banyaknya yang meninggal dari kalangan
Qurrâ`). Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam Shahih al-Bukhariy
bahwasanya 'Umar bin al-Khaththab memberikan isyarat agar
Abu Bakar melakukan kodifikasi terhadap al-Qur'an setelah
perang Yamamah, namun dia belum memberikan jawaban
(abstain). 'Umar terus mendesaknya dan menuntutnya hingga
akhirnya Allah melapangkan dada Abu Bakar terhadap pekerjaan
besar itu. Lalu dia mengutus orang untuk menemui Zaid bin
Tsabit, lantas Zaidpun datang menghadap sementara di situ 'Umar
sudah ada 'Umar. Kemudian Abu Bakar berkata kepadanya (Zaid),
"Sesungguhnya engkau seorang pemuda yang intelek, dan kami
tidak pernah menuduh (jelek) terhadapmu. Sebelumnya engkau
telah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam, karenanya telusuri lagi al-Qur'an dan kumpulkanlah."
Zaid berkata, "Lalu akupun menelusuri al-Qur'an dan
mengumpulkannya dari pelepah korma, lembaran kulit dan juga
hafalan beberapa shahabat. Ketika itu, Shuhuf (Jamak dari
kata Shahîfah, yakni lembaran asli ditulisnya teks al-Qur'an
padanya) masih berada di tangan Abu Bakar hingga beliau
wafat, kemudian berpindah ke tangan 'Umar semasa hidupnya,
kemudian berpindah lagi ke tangan Hafshoh binti 'Umar.
Mengenai hal ini, Imam al-Bukhariy meriwayatkannya secara
panjang lebar.
Kaum Muslimin telah menyetujui tindakan Abu Bakar atas hal
tersebut dan menganggapnya sebagai bagian dari jasa-jasanya
yang banyak sekali. Bahkan 'Ali sampai-sampai berkata, "Orang
yang paling besar pahalanya terhadap mushhaf-mushhaf
tersebut adalah Abu Bakar. Semoga Allah merahmati Abu Bakar.
Dialah orang yang pertama kali melakukan kodifikasi terhadap
Kitabullah."
Ketiga, Pada masa Amirul Mu'minin, 'Utsman bin 'Affan
radliyallâhu 'anhu, tahun 25 H
Sebab utamanya adalah timbulnya beragam versi bacaan
terhadap al-Qur'an sesuai dengan Shuhuf yang berada di
tangan para shahabat, sehingga dikhawatirkan terjadinya
fitnah. Oleh karena itu, 'Utsman memerintahkan agar
dilakukan kodifikasi terhadap Shuhuf tersebut sehingga
menjadi satu Mushhaf saja agar manusia tidak berbeda-beda
bacaan lagi, yang dapat mengakibatkan mereka berselisih
terhadap Kitabullah dan berpecah-belah.
Di dalam Shahih al-Bukhariy disebutkan bahwa Hudzaifah bin
al-Yaman menghadap 'Utsman seusai penaklukan terhadap
Armenia dan Azerbeijan. Dia merasa gelisah dan kalut dengan
terjadinya perselisihan manusia dalam beragam versi bacaaan
(Qirâ`ah), sembari berkata kepadanya, "Wahai Amirul Mukminin,
lakukan sesuatu buat umat sebelum mereka berselisih pendapat
terhadap Kitabullah ini seperti halnya yang terjadi terhadap
kaum Yahudi dan Nasharani."
Lalu 'Utsman mengutus seseorang untuk menemui Hafshoh agar
menyerahkan kepada beliau Shuhuf (lembaran-lembaran) yang
berada di tangannya untuk disalin ke Mushhaf-Mushhaf,
kemudian akan dikembalikan naskah aslinya tersebut kepadanya
lagi. Hafshohpun menyetujuinya. Lalu 'Utsman memerintahkan
Zaid bin Tsabit, 'Abdullah bin az-Zubair, Sa'id bin al-'Ash,
'Abdurrahman bin al-Hârits bin Hisyam, lalu merekapun
menulis dan menyalinnya ke dalam Mushhaf-Mushhaf.
Zaid bin Tsabit adalah seorang Anshar dan tiga orang lainnya
berasal dari suku Quraisy. 'Utsman berkata kepada tiga orang
dari Quraisy tersebut, "Bila kalian berselisih pendapat
dengan Zaid bin Tsabit mengenai sesuatu dari al-Qur'an
tersebut, maka tulislah ia dengan lisan (bahasa) Quraisy,
sebab ia diturunkan dengan bahasa mereka." Merekapun
melaksanakan perintah tersebut hingga tatkala proses
penyalinannya ke Mushhaf-Mushhaf rampung, 'Utsmanpun
mengembalikan naskah asli kepada Hafshoh, lalu 'Utsman
mengirim ke setiap pelosok satu Mushhaf dari mushhaf-Mushhaf
yang telah disalin tersebut dan memerintahkan agar al-Qur'an
yang ada pada setiap orang selain Mushhaf itu, baik berupa
Shuhuf ataupun Mushhaf agar dibakar. 'Utsman melakukan hal
ini setelah meminta pendapat dari para shahabat radliyallâhu
'anhum. Hal ini sebagai diriwayatkan oleh Ibn Abi Daud dari
'Aliy radliyallâhu 'anhu bahwasanya dia berkata, "Demi
Allah, tidaklah apa yang telah dilakukannya ('Utsman)
terhadap Mushhaf-Mushhaf kecuali saat berada di
tengah-tengah kami. Dia berkata kepada kami, ' Menurut
pendapat saya, kita perlu menyatukan manusia pada satu
Mushhaf saja dari sekian banyak Mushhaf itu sehingga tidak
lagi terjadi perpecahan dan perselisihan.' Kami menjawab, 'Alangkah
baiknya pendapatmu itu.'"
Mush'ab bin Sa'd berkata, "Saya mendapatkan orang demikian
banyak ketika 'Utsman membakar Mushhaf-Mushhaf itu dan
mereka terkesan dengan tindakan itu." Dalam versi riwayat
yang lain darinya, "tidak seorangpun dari mereka yang
mengingkari tindakan itu dan menganggapnya sebagai bagian
dari jasa-jasa Amirul Mukminin, 'Utsman radliyallâhu 'anhu
yang disetujui oleh semua kaum Muslimin dan sebagai
penyempurna dari pengkodifikasian yang telah dilakukan
khalifah Rasulullah sebelumnya, Abu Bakar ash-Shiddiq
radliyallâhu 'anhu."
Perbedaan Antara Proses Kodifikasi Pada Masa 'Utsman dan
Abu Bakar
Perbedaan antara proses kodifikasi pada masa 'Utsman dan Abu
Bakar, bahwa tujuan pengkodifikasian al-Qur'an pada masa Abu
Bakar radliyallâhu 'anhu adalah menghimpun al-Qur'an secara
keseluruhan dalam satu Mushhaf sehingga tidak ada satupun
yang tercecer tanpa mendorong orang-orang agar bersatu dalam
satu Mushhaf saja, dan hal ini dikarenakan belum tampak
implikasi yang signifikan dari adanya perbedaan seputar
Qirâ`at sehingga mengharuskan tindakan ke arah itu.
Sementara tujuan kodifikasi pada masa 'Utsman adalah
menghimpun al-Qur'an secara keseluruhan dalam satu Mushhaf
namun mendorong orang-orang agar bersatu dalam satu Mushhaf
saja. Hal ini, karena adanya implikasi yang sangat
mengkhawatirkan dari beragam versi Qirâ`ah tersebut.
Jerih payah pengkodifikasian ini ternyata membuahkan
mashlahat yang besar bagi kaum Muslimin, yaitu
bersatu-padunya umat, bersepakatnya kata serta terbitnya
suasana keakraban diantara mereka. Dengan terciptanya hal
tersebut, maka kerusakan besar yang ditimbulkan oleh
perpecahan umat, tidak bersepakat dalam satu kata serta
menyeruaknya kebencian dan permusuhan telah dapat dibuang
jauh-jauh. Hal seperti ini terus berlanjut hingga hari ini,
kaum Muslimin bersepakat atasnya, diriwayatkan secara
mutawatir diantara mereka melalui proses tranfer dari
generasi tua kepada generasi muda dengan tanpa tersentuh
oleh tangan-tangan jahat dan para penghamba hawa nafsu.
Hanya bagi Allah lah, segala puji, Rabb lelangit dan Rabb
bumi serta Rabb alam semesta.
(Diambil dari buku Ushûl Fi at-Tafsîr, karya Syaikh.
Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Hal.21-23)
|