Nabi Shallallahu 'alaihi
Wa Sallam Berhijrah
Tatkala keputusan keji untuk membunuh Nabi
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam telah diambil, turunlah malaikat
Jibril membawa wahyu Rabb-nya, memberitahukan kepada beliau perihal
persekongkolan kaum Quraisy tersebut dan idzin Allah kepada beliau
untuk keluar dari Mekkah (berhijrah). Jibril telah menentukan momen
hijrah tersebut sembari berkata, "Malam ini, kamu jangan berbaring
di tempat tidur yang biasanya."
Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bertolak ke kediaman Abu Bakar di
tengah terik matahari untuk bersama-sama menyepakati tahapan hijrah.
'Aisyah radliyallâhu 'anha berkata, "Ketika kami sedang duduk-duduk
di kediaman Abu Bakar pada siang hari nan terik, tiba-tiba ada
seseorang berkata kepada Abu Bakar,
"Ini Rasulullah datang dengan menutup wajah (bertopeng) pada waktu
yang tidak biasa beliau mendatangi kita."
Abu Bakar berkata, "Ayah dan ibuku sebagai tebusan untuknya!, demi
Allah! Beliau tidak datang di waktu-waktu seperti ini kecuali karena
ada perintah (Allah)."
'Aisyah melanjutkan, "Lalu Rasulullah datang dan meminta idzin masuk,
lantas diidzinkan dan beliaupun masuk. Kemudian Nabi Shallallâhu 'alaihi
Wa Sallam berkata kepada Abu Bakar,
"Keluarkan orang-orang yang ada di sisimu!."
Abu Bakar menjawab, "Mereka hanyalah keluargamu, wahai Rasulullah!."
Beliau berkata lagi, "Sesungguhnya telah diidzinkan kepadaku untuk
keluar (berhijrah)."
Abu Bakar berkata, "Engkau ingin ditemani, wahai Rasulullah?."
Beliau menjawab, "Ya."
Dan setelah disepakati rencana hijrah tersebut, Rasulullah pulang ke
rumahnya menunggu datangnya malam.
Blokade Terhadap Kediaman Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam
Para penjahat kelas kakap Quraisy, menggunakan waktu siang mereka
untuk mempersiapkan diri guna melaksanakan rencana yang telah
digariskan berdasarkan kesepakatan Parlemen Mekkah "Dâr an-Nadwah"
pada pagi harinya.
Untuk esksekusi tersebut, dipilihlah sebelas orang pemuka mereka,
yaitu:
- Abu Jahal bin Hisyam
- al-Hakam bin Abil 'Ash
- 'Uqbah bin Abil 'Ash
- an-Nadlar bin al-Hârits
- Umayyah bin Khalaf
- Zam'ah bin al-Aswad
- Thu'aimah bin 'Adiy
- Abu Lahab
- Ubay bin Khalaf
- Nabih bin al-Hajjaj
- Dan Munabbih bin al-Hajjaj, saudaranya
Ibn Ishaq berkata, "Tatkala malam telah gelap,
merekapun berkumpul di depan pintu rumah beliau sembari mengintai
kapan beliau bangun sehingga dapat menyergapnya."
Kebiasaan yang selalu Rasulullah lakukan adalah tidur di permulaan
malam dan keluar menuju Majid Haram setelah pertengahan atau dua
pertiganya untuk shalat di sana.
Mereka percaya dan yakin benar bahwa persekongkolan keji kali ini
akan membuahkan hasil. Hal ini membuat Abu Jahal berdiri tegak
dengan penuh keangkuhan dan kesombongan. Dia berkata kepada para
rekannya yang ikut memblokade dengan nada mengejek dan merendahkan,
"Sesungguhnya Muhammad mengklaim bahwa jika kalian mengikuti
ajarannya, niscaya kalian akan dapat menjadi raja-diraja bangsa Arab
dan asing sekaligus. Kemudian kelak kalian akan dibangkitkan setelah
mati, lalu dijadikan bagi kalian surga-surga seperti suasana sorgawi
di lembah-lembah al-Urdun (Yordania). Jika kalian tidak mau
melakukannya, maka dia akan menyembelih kalian, kemudian kalian
dibangkitkan setelah mati, lalu dijadikan bagi kalian api yang
membakar."
Tanggal main eksekusi persekongkolan tersebut adalah setelah
pertengahan malam saat beliau biasa keluar dari rumah. Mereka
melewati malam tersebut dengan berjaga-jaga sembari menunggu pukul
00.00. Akan tetapi, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, di
tangan-Nya lah urusan lelangit dan bumi, Dia melakukan apa yang
dikehendaki-Nya, Dia-lah Yang Maha Melindungi dan tidak ada yang
dapat melindungi selain-Nya. Dia telah menetapkan janji yang telah
difirmankan-Nya kepada Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
setelah itu, yang berbunyi (artinya):
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Qurais) memikirkan
daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau
membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah
menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya."
(Q.,s.al-Anfâl:30)
Rasulullah Meninggalkan Rumahnya
Sekalipun persiapan yang dilakukan oleh kaum Quraisy untuk
melaksanakan rencana keji tersebut sedemikian ekstra, namun mereka
tetap mengalami kegagalan yang memalukan. Pada malam itu, Rasulullah
berkata kepada 'Aliy bin Abi Thalib, "Tidurlah di tempat tidurku,
berselimutlah dengan burdah hijau yang berasal dari Hadlramaut,
milikku ini. Gunakanlah untuk tidurmu, sebab tidak akan ada
sesuatupun yang engkau benci dari mereka yang mampu menjangkaumu."
Bila akan tidur, biasanya Rasulullah selalu memakai burdah nya
tersebut. Malam itu, 'Aliy bin Abi Thalib radliyallâhu 'anhu tidur
di atas ranjang dan kediaman Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam.
Sementara Rasulullah telah berhasil keluar dan menembus
barisan-barisan mereka. Beliau memungut setumpuk tanah dari al-Bathhâ`,
lalu meneburkannya ke arah kepala mereka. Ketika itu, Allah telah
mencabut pandangan mereka dari melihat beliau sehingga tidak dapat
melihat beliau. Sedangkan beliau membaca firman-Nya:
"Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka
dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak
dapat melihat." (Q.,s.Yâsîn:9)
Tidak ada seorang pun yang tersisa. Semuanya beliau taburkan tanah
di atas kepalanya. Lalu beliau berlalu menuju kediaman Abu Bakar,
kemudian keduanya keluar melalui pintu kecil (celah kecil di bagian
belakang) rumah Abu Bakar pada malam hari hingga tembus ke Gua Tsaur
yang menuju ke arah ke Yaman.
Para pemblokade tetap menunggu hingga tiba pukul 00.00 dan menjelang
tiba waktu tersebut, tanda-tanda kesia-siaan dan kegagalan sudah
nampak bagi mereka. Seorang laki-laki yang tidak ikut-serta dalam
pemblokadean tersebut datang dan melihat mereka sedang berada di
pintu rumah beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam. Lalu dia menanyai
mereka, "Apa gerangan yang kalian tunggu?."
Mereka menjawab, "Muhammad."
Dia berkata, "Sungguh telah sia-sia dan merugilah kalian. Demi
Allah, dia telah melewati kalian dan menaburkan tanah ke atas
kepala-kepala kalian, lalu pergi memenuhi hajatnya."
Mereka berkata, "Demi Allah, kami tidak melihatnya!." Sembari
mengibas-ngibaskan tanah yang menempel di kepala-kepala mereka.
Akan tetapi mereka mengintip dari arah pintu dan melihat 'Aliy
(mereka mengiranya Muhammad-red.,). Lalu berkata, "Demi Allah,
sesungguhnya ini adalah Muhammad yang sedang tidur dan masih memakai
burdah-nya."
Merekapun masih tetap menunggu hingga pagi menjelang. 'Aliy bangun
dari tempat tidur. Melihat hal ini, mereka menjadi linglung lalu
menanyainya perihal Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam. Dia
menjawab, "Aku tidak mengetahui tentangnya."
Perjalanan Dari Rumah Menuju Gua
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam meninggalkan rumah beliau
pada malam tanggal 27 shafar tahun 14 kenabian, bertepatan dengan
tanggal 12/13 september tahun 622 M. Lalu menuju kediaman rekan
setianya, Abu Bakar radliyallâhu 'anhu - sementara kaum Muslimin
mendoakan keaman perjalanan dan hartanya-. Kemudian kedua-duanya
meninggalkan rumah Abu Bakar tersebut dengan melewati pintu belakang
lantas bersama-sama keluar dari Mekkah secepatnya sebelum fajar
terbit.
Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam telah mengetahui bahwa
orang-orang Quraisy akan berupaya keras untuk mencarinya dan jalan
yang pertama kali akan disisir oleh mereka adalah jalan utama kota
Madinah yang menuju ke arah utara. Oleh karena itu, beliau memilih
jalan yang berlawanan arah sama sekali, yaitu jalan yang terletak di
selatan Mekkah, yang menuju ke arah Yaman. Beliau menempuh jalan ini
sepanjang 5 mil, hingga akhirnya sampai ke sebuah bukit yang dikenal
dengan bukit Tsaur. Ia adalah bukit yang tinggi, jalannya terjal,
sulit didaki dan banyak bebatuan. Kondisi ini membuat kaki
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam lecet (karena tanpa
sandal). Ada riwayat yang menyebutkan, bahkan ketika berjalan di
jalur tersebut, beliau bertumpu pada ujung-ujung kaki agar jejak
perjalanannya tidak tampak, karenanya kedua kaki beliau jadi lecet.
Apapun kondisinya, beliau kemudian harus diemban oleh Abu Bakar
ketika mencapai bukit. Dan, Abu Bakar mulai memeganginya dengan
kencang hingga akhirnya sampai ke sebuah gua di puncak bukit yang di
kemudian hari dikenal oleh sejarah dengan nama Gua Tsaur.
Saat Berdua Di Dalam Gua
Begitu tiba di gua, Abu Bakar berkata, "Demi Allah, jangan engkau
masuk dulu sebelum aku masuk; jika ada sesuatu di dalamnya, maka
biarlah aku yang mengalaminya saja. Dia masuk lalu menyapunya. Dia
menemukan di sampingnya ada beberapa lubang, lantas menyobek kainnya
dan menyumbatnya. Kemudian keduanya tinggal dua lagi, lantas
menutupnya dengan kedua kakinya. Beliau kemudian berkata kepada
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam, "Masuklah.". Rasulullah
pun masuk dan merebahkan kepalanya di pangkuannya lalu tertidur
sementara Abu Bakar disengat pada kakinya dari arah lubang (yang
disumbat dengan kakinya tersebut-red.,) namun dia tidak bergerak
sedikitpun karena khawatir membangunkan Rasulullah. Kondisi ini
membuat air matanya menetes hingga membasahi wajah Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam. Beliau berkata kepadanya, ?da apa
denganmu, wahai Abu Bakar?."
"Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah! Aku telah
disengat ", jawabnya.
Lantas Rasulullah meludah kecil ke arah bekas sengatan tersebut
sehingga apa yang dirasakannya hilang sama sekali.
Keduanya tinggal di dalam gua tersebut selama tiga malam; dari malam
Jum'at, Sabtu hingga malam Ahad. Sementara pada malam-malam itu,
'Abdullah, putra Abu Bakar mendampingi mereka berdua.
'Aisyah bertutur, "Dia seorang anak yang sudah menginjak usia baligh,
cerdas dan cepat paham. Dia berjalan pada penghujung malam
mengunjungi keduanya sehingga dia seakan-akan sama-sama bermalam
dengan orang-orang Quraisy. Semua perintah yang disiasati oleh
keduanya terhadapnya dapat dicernanya dengan baik. Dia membawa
berita tentang hal itu kepada keduanya ketika sudah bercampur gelap.
'Amir bin Fuhairah, mawla Abu Bakar menggembalakan kambing perah
untuk keduanya (Rasulullah dan Abu Bakar-penj.,), dan
mengistirahatkannya untuk sesaat di malam hari sehingga keduanya
dapat bermalam sembari meminum dari perahan susu kambing tersebut,
kemudian 'Amir bin Fuhairah memanggil keduanya pada akhir malam. Dia
melakukan hal itu selama tiga malam tersebut.
Setelah 'Abdullah bin Abu Bakar pulang ke Mekkah, 'Amir bin Fuhairah
menggiring kambingnya untuk mengikuti jejaknya guna menghapusnya.
Sementara kaum Quraisy semakin menjadi-jadi kegilaannya manakala
mengetahui secara pasti pada pagi harinya lolosnya Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam dari eksekusi persekongkolan yang
mereka lakukan. Tindakan pertama yang mereka lakukan adalah memukuli
'Aliy, menyeretnya ke Ka'bah dan mengurungnya untuk sesaat sebagai
upaya mendapatkan informasi tentang keduanya.
Manakala tindakan mereka terhadap 'Aliy tidak membuahkan hasil,
mereka mendatangi rumah Abu Bakar lalu mengetuk pintunya. Ketika
itu, Asma` biinti Abu Bakar keluar menemui mereka, lantas mereka
berkata kepadanya,
"Mana ayahmu?."
"Demi Allah, saya tidak tahu, kemana ayahku." Jawabnya.
Abu Jahal mengangkat tangannya - dia ini dikenal orang yang
berperangai jorok dan tak senonoh- lantas menampar pipi Asma` dengan
sebuah tamparan yang menyebabkan anting-antingnya jatuh.
Di dalam sidang istimewanya, orang-orang Quraisy memutuskan untuk
menggunakan berbagai sarana guna menangkap kedua orang tersebut.
Mereka menjadikan semua jalur menuju kota Mekkah dari semua penjuru
di bawah pengawasan yang superketat dan bersenjata. Selain itu,
mereka juga memutuskan untuk memberikan hadiah besar senilai 100
ekor onta sebagai harga mati untuk masing-masing keduanya bagi siapa
saja yang dapat membawa keduanya ke hadapan orang-orang Quraisy,
apapun kondisinya; dalam keadaan hidup ataupun mati.
Ketika itulah, para pasukan berkuda, pejalan kaki dan pelacak jejak
sama-sama bergiat untuk melakukan pencarian dan menyebar sampai ke
lereng-lereng perbukitan, lembah, dataran rendah dan tinggi namun
hal itu tidak membuahkan hasil dan manfa'at.
Para pelacak tersebut telah sampai pula ke mulut gua akan tetapi
Allah Maha Menguasai urusan-Nya.
Imam al-Bukhariy meriwayatkan dari Anas dari Abu Bakar, dia berkata,
"Aku berada di sisi Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam di gua, lalu
aku mengangkat kepalaku. Ternyata, di situ ada kaki-kaki mereka.
Lantas aku berkata, 'Wahai Rasulullah! Andaikata sebagian mereka
menoleh ke bawah pasti dia dapat melihat kita.' Beliau berkata,
'Diamlah, wahai Abu Bakar! Kita berdua tapi Yang ketiganya adalah
Allah." Di dalam lafazh riwayat yang lain, 'Apa pendapatmu, bila ada
dua orang sedangkan Yang ketiganya adalah Allah?.' "
Kejadian tersebut merupakan mukjizat yang dianugerahkan oleh Allah
kepada nabi-Nya dalam rangka memuliakannya padahal para pelacak
tersebut hanya beberapa langkah lagi mencapai diri beliau.
Perjalanan Menuju Madinah
Manakala spirit untuk mencari sudah mulai mengedur dan aktifitas
patroli pemeriksaan sudah dihentikan serta gejolak emosi kaum
Quraisy sudah mulai reda setelah secara kontinyu dan serius
pelacakan dilakukan selama tiga hari tanpa membuahkan hasil,
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam dan shahabat setianya
tersebutpun keluar menuju Madinah.
Sebelumnya, mereka berdua telah menyewa 'Abdullah bin Uraiqith
al-Laytsiy, yang merupakan gaet berpengalaman di dalam menelusuri
jalan. Dia ketika itu masih menganut agama kaum Kafir Quraisy namun
keduanya menaruh kepercayaan kepadanya dan menyerahkan kedua onta
mereka kepadanya. Setelah itu, mereka berdua membuat perjanjian
dengannya untuk bertemu di gua Tsaur setelah tiga malam dengan
membawa kedua onta tersebut. Maka, tatkala malam senin, awal bulan
Rabi'ul Awwal tahun 1 H atau bertepatan dengan 16 september tahun
622 M, 'Abdullah bin Uraiqith menemui keduanya dengan membawa kedua
onta itu. Ketika itu, Abu Bakar berkata kepada Nabi Shallallâhu
'alaihi Wa Sallam, "Wahai Rasulullah, gunakanlah salah satu dari dua
ontaku ini." Dia menyerahkan kepada beliau yang terbaik dari
keduanya. Lalu Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam berkata
kepadanya, " (Aku bayar) Dengan harga."
Asma` binti Abu Bakar mendatangi keduanya dengan membawa bekal
makanan namun lupa mengikatnya dengan tali. Tatkala keduanya sudah
berangkat, dia pergi untuk mengikat bekal makanan tersebut namun
ternyata tidak memakai tali, lalu dia menyobek ikat pinggannya
menjadi dua bagian, satu bagian dia ikatkan ke bekal makanan
tersebut dan yang satu lagi untuk dipakainya. Ketika itulah dia
kemudian dijuluki Dzâtun Nithâqain (pemilik dua ikat pinggang).
Kemudian Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam dan Abu Bakar
berangkat, ikut serta juga bersama mereka 'Amir bin Fuhairah. Mereka
semua dibimbing oleh 'Abdullah bin Uraiqith dengan menempuh jalur
pantai (pesisir).
Begitu keluar dari gua, jalur pertama yang dibidiknya untuk
membimbing mereka adalah arah selatan menuju Yaman, kemudian ke arah
Barat menuju pesisir. Lalu setelah tembus ke jalan yang tidak pernah
dijejaki orang, dia menuju arah utara, dekat pinggir pantai Laut
Merah. Jalur ini sangat jarang ditempuh orang.
Ibn Ishaq menyebutkan lokasi-lokasi yang pernah dilalui oleh
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam di jalur tersebut. Dia
berkata,
" Tatkala gaet (penunjuk jalan) membimbing keduanya keluar, dia
membawa mereka berdua menelusuri jalur dataran rendah kota Mekkah,
kemudian menempuh kawasan pesisir hingga menjumpai jalan tembus arah
bawah dari 'Asfan, lalu bergerak lagi menuju jalan bawah Amaj,
kemudian dia meminta izin kepada keduanya untuk melintas hingga
akhirnya menjumpai jalan tembus setelah melintasi Qudaid, kemudian
membawa keduanya melintasi dari tempatnya tersebut, lalu mereka
menelusuri al-Kharar, lalu menelusuri Tsunayyatul Murrah, lalu
berjalan menuju Laqfa, kemudian melewati Mudlijah Laqaf, kemudian
membawa keduanya memasuki Mudlijah Mujaj, kemudian menelusuri Marjah
Muhaj, kemudian memasuki ke pedalaman Marjah Dzil Ghudlwain,
kemudian memasuki Dzi Kasyr, kemudian membawa keduanya menuju
al-Jadâjid, lalu al-Ajrad, kemudian menelusuri Dza Salam yang
merupakan pedalaman musuh suku Mudlijah Ta'han, kemudian menuju
al-'Abâbid, kemudian melewati al-Fajah, kemudian menuruni al-'Araj,
kemudian menelusuri Tsunayyah al-'A`ir -posisi kanan Rukubah- hingga
akhirnya menuruni pedalaman Ri`m, kemudian akhirnya bersama keduanya
tiba di Quba`."
Berikut kami paparkan sebagian peristiwa yang
terjadi dalam perjalanan tersebut:
1. Imam al-Bukhariy meriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq
radliyallâhu 'anhu, dia berkata, "Kami telah melakukan perjalanan
sepajang malam dan dari keesokan harinya hingga hari mencapai suhu
udara yang amat terik, jalanan lengang dan tidak satupun pelalu
lalang. Lalu aku mengangkat sebuah batu besar yang berukuran panjang
dan dapat dinaungi sehingga tidak tersengat oleh terik matahari,
lalu kami singgah untuk berteduh di sana. Aku meratakan tempat
dengan tanganku sendiri untuk Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
sehingga beliau dapat tidur, lalu aku bentangkan hamparan yang
terbuat dari bulu binatang, sembari berkata, "Tidurlah, wahai
Rasulullah! Aku akan mengontrol kondisi di sekelilingmu." Lantas
beliau tertidur dan aku mengontrol kondisi di sekelilingnya,
tiba-tiba saya melihat seorang penggembala sedang menggiring
kambingnya menuju batu besar tersebut juga, dia ingin melakukan
seperti yang kami lakukan. Lalu aku bertanya kepadanya, "Kamu
menggembalakan untuk siapa, wahai anakku."
Dia menjawab, "Seorang dari penduduk Madinah." (Dalam versi lain,
"dari penduduk Mekkah.")
Aku bertanya, "Apakah kambing yang kamu gembalakan ada air
susunya?."
Dia menjawab, "Ya."
Aku berkata, "Apakah dapat diperah?."
Dia menjawab, "Ya."
Lalu dia mengambil seekor kambing.
Aku berkata, "Perahlah susunya hingga tidak bersisa dan (hindari)
dari tanah, bulu dan debu halus di matanya."
Lalu dia memerah semua air susu yang terkumpul pada setiap
persendiannya. Saya memiliki wadah kecil berisi air dan membawanya
kepada Nabi untuk beliau minum dan berwudlu darinya. Aku
mendatanginya namun mendapatkannya masih tertidur sehingga aku tidak
ingin membangunkannya, lalu setelah beliau terjaga barulah aku
memberikannya. Aku menuangkan air ke susu sehingga bagian bawahnya
menjadi dingin. Lalu aku berkata, "Minumlah, wahai Rasulullah!." Dia
pun meminumnya hingga aku puas dengan hal itu, kemudian beliau
berkata, "Bukankah sudah waktunya berangkat?."
Aku menjawab, "Benar."
Dia (Abu Bakar) berkata, "Lalu kamipun berangkat."
2. Diantara kebiasaan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah selalu
membonceng Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam. Hal ini, karena
beliau seorang sepuh yang sudah dikenal sementara Nabi Shallallâhu
'alaihi Wa Sallam masih muda dan belum dikenal. Seorang laki-laki
berkata kepada Abu Bakar, "Siapa laki-laki yang bersamamu ini?."
Dia menjawab,
"Orang ini menunjukiku jalan."
Maksud Abu Bakar, "menunjuki jalan kebaikan." Namun orang tersebut
mengira hanya sekedar menunjuki jalan (yang ditelusuri).
3. Rasulullah dan Abu Bakar diincar oleh Suraqah bin Malik. Suraqah
bertutur, "Tatkala aku sedang duduk-duduk di majlis kaumku, Bani
Mudlij, datanglah seorang laki-laki dari mereka hingga berdiri di
hadapan kami yang masih duduk-duduk sembari berkata, 'Wahai Suraqah!
Barusan aku telah melihat para musuh di pesisir. Aku kira mereka itu
Muhammad dan para shahabatnya. Lalu tahulah aku bahwa memang mereka
orangnya. Lantas aku berkata kepadanya, 'Sesungguhnya yang kamu
lihat bukan mereka akan tetapi kamu melihat si fulan dan si fulan
yang berangkat di depan mata kita. Kemudian aku berdiam di majlis
sesaat, lalu berdiri dan masuk lagi. Lantas aku menyuruh budak
wanitaku agar mengeluarkan kudaku yang berada di belakang bukit,
lalu dia menahannya untukku.
Aku mengambil tombakku lantas keluar melalui bagian belakang rumah,
aku membuat garis di tanah dengan kepala tombakku, dan menurunkan
bagian atasnya hingga aku menghampiri kudaku lantas menunggangnya.
Aku mengendalikannya agar membawaku lebih dekat hingga aku mendekat
dari mereka namun kudaku terjungkal sehingga aku terjatuh darinya,
lalu aku berdiri sembari tanganku memegangi busur panah lalu
mengeluarkan anak-anak panah lantas mengundinya; apakah aku harus
mencelakai mereka atau tidak?. Namun undian yang keluar justeru yang
tidak aku sukai, lantas aku menunggangi kudaku lagi dan tidak
mempedulikan perihal undian yang keluar tadi, kudaku membawaku
mendekat hingga bilamana aku mendengar bacaan Rasulullah Shallallâhu
'alaihi Wa Sallam sementara beliau dalam kondisi tidak menoleh,
hanya Abu Bakar yang lebih banyak menoleh, maka terperosoklah kedua
lengan kudaku ke dalam perut bumi hingga sebatas lutut yang
membuatku terjatuh lagi darinya, kemudian aku menderanya, lalu iapun
bangkit lagi namun kedua lengannya itu hampir tidak dapat
dikeluarkan. Tatkala ia sudah berdiri tegak, tiba-tiba bekas kedua
lengannya tadi menimbulkan debu yang mengepul di langit seperti
asap, lantas aku mengundi dengan anak-anak panah lagi, namun sekali
lagi yang keluar adalah yang justeru aku benci, lantas aku berteriak
memanggil mereka bahwa mereka aman. Merekapun menghentikan langkah,
lalu aku menunggangi kudaku hingga menemui mereka. Ketika aku
bertemu dan mengingat apa yang aku alami barusan saat tertahan dari
menjamah mereka, terbersitlah di dalam diriku bahwa apa yang dibawa
Rasulullah ini akan mendapatkan kemenangan.
Lalu aku berkata kepadanya, 'Sesungguhnya kaummu telah menjadikan
tebusan terhadap dirimu.' Aku juga memberitahukan mereka perihal apa
yang akan diinginkan orang-orang terhadap mereka. Lantas aku
menawarkan mereka perbekalan dan barang, namun beliau tidak
melakukan tawaran terhadapku dan tidak menanyaiku kecuali hanya
berkata, 'Ringankan harganya dari kami.' Lalu aku memintanya agar
menuliskan rekomendasi perlindungan untukku, maka beliau
memerintahkan 'Amir bin Fuhairah untuk menuliskannya, lalu dia
menulisnya untukku pada secarik kulit. Kemudian Rasulullah pun pergi
berlalu."
Dalam riwayat yang lain dari Abu Bakar, dia berkata, "Kami berangkat
sementara orang-orang Quraisy menguber kami namun tidak seorangpun
yang berhasil menemui kami selain Suraqah bin Malik bin Ju'syum yang
menunggangi kudanya. Lalu aku berkata, 'Pelacakan ini telah mencapai
kita, wahai Rasulullah!.' Lantas beliau membaca firman-Nya
(artinya), 'Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama
kita.'[Q.s.,at-Tawbah:40] "
Suraqah kemudian pulang dan mendapatkan orang-orang masih mengadakan
pencarian. Lalu dia berujar, "Aku sudah mendapatkan berita pasti
tentangnya untuk kalian, sehingga sudah cukuplah bagi kalian hingga
disini." Dalam hal ini, di pangkal hari dia sebelumnya sebagai orang
yang gigih mencari (menguber) keduanya namun di penghujungnya
justeru menjadi pelindung bagi keduanya.
4. Dalam perjalanannya tersebut, beliau melewati kemah Ummu Ma'bad
al-Khuza'iyyah. Dia seorang wanita yang cerdas dan pekerja ulet,
sudah terbiasa hidup di halaman kemahnya, kemudian memberi makan dan
minum pelalu lalang di sana. Lantas mereka berdua bertanya kepadanya
apakah dia memiliki sesuatu?.
Dia menjawab, "Demi Allah, andaikata kami memiliki sesuatu niscaya
kami tidak akan kikir menjamu kalian apalagi orang yang
menginginkannya adalah seorang asing." Ketika itu merupakan tahun
paceklik.
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam memandang ke arah seekor
domba yang ada di samping kemah, sembari bertanya, "Bagaimana
kondisi domba ini, wahai Ummu Ma'bad?."
Dia menjawab, "Ia adalah domba yang tak mampu lagi mencari makan."
Beliau bertanya, "Apakah ia masih memiliki air susu?."
Dia menjawab, "Bahkan kondisinya lebih parah lagi."
Beliau berkata, "Apakah kamu mengizinkanku untuk memerah susunya?."
"Ya, wahai Rasulullah. Bila engkau melihat ia memang memiliki air
susu, maka perahlah."
Lalu Rasulullah memerah putingnya dengan tangannya, membaca
Bismillah dan berdoa. Maka mengembanglah putingnya dan mengalirlah
air susunya dengan banyak. Lalu beliau mengambil bejana milik Ummu
Ma'bad yang biasa disuguhkan kepada rombongan pejalan. Beliau
memerahkan ke dalamnya hingga domba itu mengoak kencang, lalu beliau
memberinya minum dan minumlah ia hingga kenyang, kemudian beliau
memberi minum para shahabatnya hingga merekapun kenyang, kemudian
barulah beliau minum. Setelah itu, beliau memerahnya lagi hingga
bejanapun penuh, kemudian dia menyisakannya untuk Ummu Ma'bad dan
merekapun berangkat.
Tak berapa lama datanglah suaminya, Abu Ma'bad, menggiring
kambing-kambing yang kurus lagi kerempeng. Tatkala melihat ada air
susu, dia terkejut sembari bertanya, "Dari mana engkau dapatkan ini?
Padahal yang menginginkannya itu adalah orang asing dan di rumah
tidak ada susu?."
Sang isteri menjawab, "Demi Allah, tidak demikian. Hanya saja
barusan seorang laki-laki yang diberkahi melewati perkemahan kita.
Diantara ucapannya begini dan begini, kondisinya begini dan begini."
Suaminya berkata, "Demi Allah, sesungguhnya aku berpendapat dia
adalah orang yang dicari-cari oleh orang-orang Quraisy. Tolong kamu
sebutkan ciri-cirinya kepadaku, wahai Ummu Ma'bad!."
Lalu dia menyebutkan ciri-cirinya yang memiliki sifat yang menawan
hati, ucapan yang mempesona seakan orang yang mendengarnya
melihatnya langsung di hadapannya. Dalam hal ini, kami akan
memaparkan penjelasan mengenai ciri-ciri fisik beliau Shallallâhu
'alaihi Wa Sallam pada halaman-halaman terakhir buku ini.
Lalu Abu Ma'bad berkata, "Demi Allah, inilah orang yang urusannya
disebut-sebut oleh orang-orang Quraisy. Aku ingin sekali menemaninya
dan berniat akan melakukan hal itu bila ada kesempatan. Lalu mereka
mendengar suara melengking di Mekkah sementara mereka tidak dapat
melihat pengucapnya,
Semoga Allah, Rabb 'Arasy membalasnya sebaik-baik balasan
Dua sejawat telah singgah di kemah Ummu Ma'bad
Keduanya mampir membawa dan berangkat dengan kebajikan
Sungguh beruntunglah orang yang menjadi pendamping Muhammad
Wahai orang yang jauh, tidaklah Allah palingkan dari kalian
Prilaku baik dan kehormatan diri yang tiada tertandingi
Untuk menghinakan Bani Ka'b menggantikan pemudi mereka
Posisinya mendapat perhatian oleh kaum Mukminin
Tanyakan wanita kalian perihal domba dan bejananya
Sungguh jika kalian tanyakan domba, maka ia akan bersaksi
Asma' berkata, "Kami tidak mengetahui ke mana Rasulullah pergi
tatkala laki-laki dari bangsa Jin menyongsong dari arah bawah
Mekkah, lalu melantunkan untaian bait-bait ini, sementara
orang-orang mengikutinya dan mendengarnya namun tidak dapat
melihatnya hingga kemudian dia muncul dari arah atasnya."
Dia melanjutkan, "Tatkala kami mendengar ucapannya, tahulah kami ke
mana Rasulullah pergi, yaitu ke arah Madinah."
5. Di dalam perjalanan, Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bertemu
dengan Buraidah al-Hashib al-Aslamiy yang membawa serta bersamanya
80 keluarga. Dia menyatakan keislamannya bersama mereka. Rasulullah
melakukan shalat 'Isya, lalu mereka bermakmum dengan beliau.
Buraidah tinggal di negeri kaumnya hingga seusai perang Uhud,
barulah mendatangi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam.
Dari 'Abdullah bin Buraidah bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam selalu optimis dan tidak pernah memiliki kepercayaan
"Thiyarah" (percaya kepada pertanda baik atau buruk berdasarkan arah
terbang burung). Buraidah berangkat bersama 70 orang penunggang kuda
dari sukunya, Bani Sahm. Lalu dia menemui Nabi Shallallâhu 'alaihi
Wa Sallam, lantas beliau bertanya kepadanya, "Dari siapa kamu?." Dia
menjawab, "Aslam." Lalu beliau berkata kepada Abu Bakar, "Kita telah
selamat."
Kemudian beliau berkata lagi, "Dari Bani apa?." Dia menjawab, "Bani
Sahm." Beliau berkata, "Kalau begitu, telah keluarlah Sahm-mu
(bagian dari perolehan ghanimah Uhud).
6. Rasulullah melewati Abu Aus, Tamim bin Hajar (dalam versi riwayat
yang lain, Abu Tamim, Aus bin Hajar) di suatu tempat bernama
Qahdâwât yang terletak antara Jahfah dan Harsyi - di 'Araj -. Beliau
telah membuat jalan onta menjadi lamban karena bersama-sama Abu
Bakar menunggangi satu onta saja. Lalu Aus membawanya ke onta jantan
miliknya dan mengirim seorang budaknya bersama mereka berdua. Budak
ini bernama Mas'ud. Dia berkata kepada budaknya ini, "Telusurilah
jalan bersama keduanya karena kamu banyak mengetahui seluk-beluk
jalan dan jangan berpisah dengan mereka." Lalu dia menelusuri jalan
bersama mereka berdua hingga membawa keduanya memasuki Madinah.
Kemudian, Rasulullah mengembalikan Mas'ud kepada tuannya dan
menyuruhnya agar meminta Aus menghiasi ontanya di bagian leher
dengan tali kuda, yaitu dua lingkaran, lalu beliau memanjangkan
antara keduanya, maka jadilah ia sebagai ciri khas mereka. Tatkala
kaum Musyrikun datang saat perang Uhud, Aus mengirim budaknya,
Mas'ud bin Hunaidah dari arah 'Araj dengan berjalan kaki untuk
memberitahukan perihal orang-orang Quraisy tersebut kepada
Rasulullah. Hal ini disebutkan oleh Ibn Mâkula dari ath-Thabariy.
Mas'ud ini sudah masuk Islam setelah kedatangan Rasulullah di
Madinah dan tinggal di 'Araj.
7. Di dalam perjalanan juga, tepatnya di sebuah pedalaman Rîm,
Rasulullah berjumpa dengan az-Zubair yang ikut dalam rombongan kaum
Muslimin. Mereka ini adalah para pedagang yang ingin berangkat
menuju kawasan Syam. Lalu az-Zubair mengenakan untuk Rasulullah dan
Abu Bakar pakaian yang putih.
Singgah Di Quba`
Pada hari senin, 8 Rabi'ul Awwal tahun 14 dari kenabian, yaitu tahun
pertama dari Hijrah. Yaitu bertepatan dengan 23 September 622 M,
Rasulullah pun singgah di Quba`.
'Urwah bin az-Zubair berkata, "Kaum Muslimin di Madinah mengetahui
keluarnya Rasulullah dari Mekkah. Setiap pagi, mereka pergi ke
al-Harrah (tapal perbatasan) menunggu kedatangan beliau hingga
mereka terpaksa harus pulang karena teriknya matahari. Suatu hari
mereka juga terpaksa pulang setelah lama menunggu kedatangan beliau.
Tatkala mereka sudah beranjak ke rumah masing-masing, seorang
laki-laki Yahudi mengintip dari salah satu tembok rumah mereka untuk
mengetahui urusan yang ditunggu-tunggu tersebut, lalu dia melihat
Rasulullah dan para shahabatnya yang dalam kondisi cerah seakan
fatamorgana perjalanan telah hilang, maka orang Yahudi ini tidak
dapat menahan untuk berteriak sekencang-kencangnya, "Wahai kaum
Arab! Ini apa yang kamu tungggu sudah datang." Kaum Musliminpun
serta-merta bangkit membawa senjata. Mereka menemui Rasulullah di
tapal perbatasan itu.
Ibn al-Qayyim berkata, "Dan terdengarlah suara bercampur-aduk dan
pekik takbir di perkampungan Bani 'Amr bin 'Auf. Kaum Muslimin
memekikkan takbir sebagai ungkapan kegembiraan atas kedatangan
beliau dan keluar menyongsong beliau. Mereka menyambut dengan salam
kenabian, mengerumuni beliau sembari berkeliling di seputarnya
sementara ketenangan telah menyelimuti diri beliau dan wahyupun
turun. Allah berfirman (artinya), "maka sesungguhnya Allah adalah
Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu'min yang
baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya
pula." (Q.s., at-Tahrîm:4)
'Urwah bin az-Zubair berkata, "Maka mereka menemui Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam, lantas beliau bersama mereka berjalan
berbarengan ke arah kanan hingga singgah di perkampungan Bani 'Amr
bin 'Auf. Hal ini terjadi pada hari Senin, bulan Rabi'ul Awwal. Abu
Bakar berdiri menyongsong orang-orang sementara Rasulullah duduk dan
diam. Maka orang-orang yang datang dari kalangan Anshor dan belum
pernah melihat Rasulullah mengucapkan salam (mendatangi) Abu Bakar
(karena mengira dia adalah Rasulullah-penj.,) hingga kemudian sinar
matahari mengenai Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam.
Karenanya, Abu Bakar langsung menghadap beliau dan menaungi beliau
dengan pakaiannya. Maka ketika itu, tahulah orang-orang siapa
Rasulullah."
Seisi Madinah semuanya berangkat untuk menyambut. Ketika itu memang
betul-betul hari yang dipersaksikan. Momen yang tidak pernah
disaksikan oleh Madinah sepertinya sepanjang sejarahnya. Orang-orang
Yahudi telah melihat kebenaran berita gembira yang diinformasikan
oleh Habqûq, Nabi mereka, yang menyebutkan, "Sesungguhnya Allah
datang dari at-Tîmân dan al-Qaddus datang dari bukit Fârân."
Di Quba`, Rasulullah singgah di kediaman Kultsum bin al-Hadm. Dalam
versi riwayat yang lain tertulis 'Sa'd bin Khaitsamah namun riwayat
pertama lebih valid. Sementara 'Aliy bin Abi Thalib tinggal di
Mekkah selama tiga kali sehingga dia bisa menggantikan Nabi
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam dalam menunaikan titipan-titipan
orang-orang yang diamanahkan kepada beliau. Kemudian barulah dia
berhijrah dengan berjalan kaki hingga akhirnya berjumpa dengan
keduanya di Quba` dan singgah juga di kediaman Kultsum bin al-Hadm.
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam tinggal di Quba` selama
empat hari; Senin, Selasa, Rabu dan Kamis. Selama itu, beliau
mendirikan Masjid Quba` dan shalat di dalamnya. Inilah masjid
pertama yang didirikan atas pondasi Taqwa setelah kenabian. Maka
begitu masuk hari ke-lima, yakni Hari Jum'at, beliaupun berangkat
lagi atas perintah Allah bersama Abu Bakar yang memboncengnya.
Beliau juga mengutus orang untuk menemui Bani an-Najjar -para paman
beliau dari pihak ibundanya-. Merekapun datang dengan menghunus
pedang. Beliau berjalan menuju al-Madinah namun ketika di
perkampungan Bani Salim bin 'Auf, waktu Jum'at sudah masuk, lalu
beliau melakukan shalat Jum'at bersama mereka di Masjid yang berada
di perut lembah itu. Mereka semua berjumlah seratus orang laki-laki.
Memasuki Kota Madinah
Seusai shalat Jum'at, Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam memasuki
kota al-Madinah. Dan dari sejak hari itu, kota Yatsrib dinamakan
dengan Madinatur Rasul Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam (kota
Rasulullah) yang kemudian diungkapkan dengan al-Madinah supaya lebih
ringkas. Hari itu adalah hari bersejarah yang amat agung.
Rumah-rumah dan lorong-lorong ketika itu bergemuruh pekikan Tahmid
dan Taqdis (penyucian). Wanita-wanita Anshor menyanyikan bait-bait
berikut sebagai ekspresi kegembiraan dan keriangan. *
Bulan Purnama telah menyinari kita
dari Tsaniyyatul Wadâ'
Kita wajib bersyukur
Selama ada yang berdoa kepada Allah
Wahai orang yang diutus kepada kami
Engkau telah membawa perkara yang dita'ati
Sekalipun orang-orang Anshor bukan orang-orang yang serba
berkecukupan (kaya raya) namun masing-masing individu bercita-cita
rumahnya disinggahi oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam.
Saat melewati satu per-satu rumah orang-orang Anshor, mereka
mengambil tali onta beliau, begitu juga perbekalan, perlengkapan,
senjata dan tameng. Setiap mereka lakukan demikian, beliau selalu
berkata kepada mereka, "Biarkan ia lewat karena ia telah
diperintahkan (sesuai kehendak Allah-penj.,). Onta ini masih saja
berjalan bersama Rasulullah yang menungganginya hingga mencapai
lokasi masjid Nabawi sekarang ini, lalu ia duduk sementara beliau
belum turun darinya hingga ia bangkit lagi dan berjalan sedikit
lagi, kemudian ia menoleh lantas kembali lagi dan duduk di posisi
semula. Barulah beliau turun darinya. Itu adalah kediaman Bani
an-Najjar, para paman beliau dari pihak ibundanya. Hal tersebut
merupakan taufiq Allah kepada mereka. Sesungguhnya beliau sangat
ingin singgah di rumah para pamannya tersebut agar dapat memuliakan
mereka dengan hal itu. Orang-orang menawari Rasulullah agar singgah
di kediaman mereka. Lalu Abu Ayyub al-Anshoriy bergegas mengambil
sarung pelana milik beliau dan membawanya masuk ke rumahnya. Maka,
Rasulullah berkata, "Seseorang akan ikut bersama sarung pelananya."
Lantas datanglah As'ad bin Zurarah sembari mengambil kendali ontanya
yang kebetulan berada di sisinya.
Dan dalam riwayat Anas pada Shahîh al-Bukhariy disebutkan, "Nabi
Allah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam berkata, 'Mana rumah keluarga
kami yang lebih dekat?.' Maka berkatalah Abu Ayyub, 'Aku wahai
Rasulullah! Ini rumahku dan ini pintunya.' Kemudian dia pergi, lalu
disiapkanlah untuk kami tempat tidur siang. Beliau berkata,
'Bangunlah kalian berdua atas berkah Allah.'"
Setelah beberapa hari, sampai pula isteri beliau, Saudah; kedua
putri beliau, Fathimah dan Ummu Kultsum; Usamah bin Zaid dan Ummu
Ayman. Bersama mereka juga berangkat 'Abdullah bin Abu Bakar beserta
keluarga besar Abu Bakar, diantarannya 'Aisyah. Sementara Zainab
masih tinggal bersama Abul 'Ash, suaminya. Dia tidak dapat berangkat
hingga usai perang Badar, barulah dapat melakukannya.
'Aisyah menuturkan, "Tatkala Rasulullah tiba di al-Madinah, Abu
Bakar dan Bilal diserang sakit, lalu aku mengunjungi keduanya
sembari berkata, 'Wahai ayahanda! Bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal!
Bagaimana keadaanmu?.' Bila diserang demam, Abu Bakar selalu
bersenandung,
Setiap orang selalu berada di sisi keluarganya
Sementara kematian lebih dekat daripada tali sandalnya
Sementara bila demam sudah hilang dari Bilal, dia mengencangkan
suaranya sembari melantunkan,
Semoga saja aku menghabiskan suatu malam
Di suatu lembah dan disekelilingku 'Idzkhir' dan orang mulia
Semoga saja suatu hari aku membawa air dari Majinnah
Semoga saja tanda dan bayangan tampak bagiku
'Aisyah berkata, "Lalu aku mendatangi Rasulullah sembari
menginformasikannya. Beliaupun bersabda, 'Ya Allah, anugerahilah
kecintaan terhadap al-Madinah kepada kami sebagaimana kecintaan kami
kepada Mekkah bahkan lebih dari itu lagi, jadikanlah ia tempat yang
sehat, berkahilah sha' dan mudd (timbangan) penduduknya serta
pindahkanlah penyakit demam yang ada di dalamnya ke Jahfah."
Hingga disini, berakhirlah satu bagian dari kehidupan Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam dan rampunglah fase Dakwah Islamiyyah,
yang merupakan fase Mekkah.
* Ibn al-Qayyim menyebutkan bahwa
sya'ir-sya'ir tersebut dilantunkan sekembalinya beliau Shallallâhu
'alaihi Wa Sallam dari Tabuk dan menganggap orang yang mengatakan
hal itu dilakukan ketika beliau mendatangi al-Madinah adalah Wahm
(ngawur). Lihat, Zâdul Ma'âd, Ibid., (III:10). Akan tetapi Ibn
al-Qayyim tidak menguatkan statementnya bahwa itu wahm dengan
argumentasi yang memuaskan. Dalam pada itu, al-'Allamah
al-Manshurfuriy telah menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa hal
itu terjadi ketika kedatangan |