Peperangan Pertama
Kemudian Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam keluar untuk berperang dalam peperangan Waddan pada bulan
Shafar yaitu kurang lebih dua belas bulan setelah beliau menetap di
Madinah. Beliau keluar hingga tiba di Waddan. Peperangan ini disebut
juga peperangan Al-Abwa’. Rasulullah hendak menye-rang kaum Quraisy
dari Bani Dhamrah bin Bakar bin Abdi Manat bin Ki-nanah. Setibanya
di sana pasukan Rasulullah disambut oleh Bani Dham-rah hingga
Rasulullah kembali ke Madinah tanpa mendapat halangan apapun.
Selanjutnya beliau menetap di sana hingga awal bulan Rabi’ul Awal.
Pasukan Ubaidah bin Al-Harits Sebagai Panji Pertama Dikibarkan
Oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
Kemudian Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam mengutus
Ubaidah bin al-Harits bin al-Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushay
bersama enam puluh atau delapan puluh pasukan berkuda. Seluruh
pasukan berasal dari kaum Muhajirin, tidak ada seorang pun yang
berasal dari kaum Anshar. Mereka berjalan hingga sampai di sebuah
mata air di dataran rendah Tsaniyatul Marrah. Di sana mereka bertemu
dengan sepasukan besar dari kaum Quraisy. Namun tidak terjadi
pertempuran antara dua pasukan. Hanya saja Saad bin Abi Waqqash
terkena lemparan panah. Itulah panah pertama yang dilepaskan kepada
kaum muslimin dalam sejarah Islam.
Pasukan Hamzah yang Diutus ke Tepi Laut
Selanjutnya Rasulullah mengutus Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim
ke tepi laut dari arah Al-‘Ish. Dia membawa tiga puluh pasukan
berkuda dari kaum Muhajirin, tanpa mengikutsertakan seorang pun dari
kaum Anshar. Di tepi laut itu mereka bertemu dengan Abu Jahal bin
Hisyam bersama tiga ratus orang pasukan dari kota Makkah. Namum
ketika itu kaum muslimin dilindungi oleh Majdiy bin ‘Amru Al-Juhani.
Dialah yang bertindak sebagai penengah antara dua pasukan, hingga
akhirnya mereka kembali ke tempat masing-masing dan tidak sempat
terjadi pertempuran.
Pertempuran Buwath
Pada bulan Rabi’ul awal kembali Rasulullah kembali keluar untuk
berperang menghadapi kaum Quraisy. (Saat itu beliau mengangkat As-Saib
bin Utsman bin Mazh'un sebagai wali sementara kota Madinah) Beliau
bersama pasukan kaum muslimin berjalan hingga sampai di Buwath (Buwath
adalah nama sebuah gunung di Juhainah dekat Yanbu') dari arah
Radhwaa. Beliau kembali ke Madinah tanpa mendapat halangan apapun.
Beliau tinggal di Madinah hingga awal bulan Jumadil awal.
Peperangan Al-‘Usyairah
Untuk kesekian kalinya Rasulullah mengadakan penyerangan terhadap
kaum Quraisy (Saat itu beliau mengangkat Abu Salamah bin Abdil Asad
sebagai wali sementara kota Madinah) Beliau bersama pasukan kaum
muslimin berjalan melintasi wilayah Bani Diinar. Kemudian melintasi
daerah Al-Khaibar dan singgah di bawah sebuah pohon di tanah lapang
milik Ibnu Azhar. Di tempat itu Rasulullah mengerjakan shalat dan
membangun sebuah masjid. Di sana Rasulullah dijamu dengan hidangan
dan orang-orang makan bersama beliau. Tempat itu dikenal dengan nama
Atsaafi Al-Burmah. Beliau diberi minum dari sebuah mata air yang
bernama Al-Musytarab. Kemudian Rasulullah berjalan meninggalkan
orang-orang di daerah Yasar (Nama sebidang tanah dekat Madinah milik
Abdullah bin Ahmad bin Jahsy) Kemudian beliau melintasi sebuah jalan
di sela-sela perbukitan bernama bukit Abdullah. Lalu berbelok ke
kiri hingga sampai ke daerah Yalyal dan singgah di perkampungan
penduduk Adh Dha-buu’ah.
Di sana beliau diberi minum dari sebuah sumur di daerah itu. Se-lanjutnya
beliau melintasi Al-Farasy atau Farasy Milal dan sampai di
persimpangan Shukhairat Al-Yamam. Beliau berbelok dan sampai di Al-Usyairah,
nama sebuah tempat di Yanbu’. Beliau berada di sana pada bu-lan
Jumadil Ula dan beberapa malam di bulan Jumadil Akhir. Bani Mudallaj
dan sekutu-sekutunya dari Bani Dhamrah melepas beliau hingga kembali
ke Madinah tanpa menemui halangan apapun.
Pasukan Saad bin Abi Waqqash
Dalam rentang waktu itu juga Rasulullah mengirim Saad bin Abi
Waqqash bersama delapan orang dari kaum Muhajirin. Mereka ber-jalan
hingga sampai di Al-Kharaar yang terletak di wilayah Hijaz. Mere-ka
kembali tanpa menemui halangan apapun.
Peperangan Safwan Yaitu Peperangan Badar Pertama
Belum genap sepuluh malam Rasulullah tiba di Madinah, Kurz bin Jabir
merampas unta dan hewan-hewan ternak piaraan penduduk Madinah. Maka
Rasulullah keluar untuk mencarinya (Beliau menugaskan Zaid bin
Haritsah sebagai wali sementara kota Madinah) Beliau sampai di
sebuah lembah bernama Safwaan di pinggiran Badar. Akhirnya beliau
kehilangan jejak Kurz bin Jabir dan tidak berhasil menemukannya.
Kemudian beliau kembali ke Madinah dan menetap mulai bulan Jumadil
Akhir, Rajab dan Sya’ban.
Pasukan Abdullah bin Jahsy
Sekembalinya dari peperangan Badar pertama Rasulullah mengutus
Abdullah bin Jahsy dengan membawa delapan orang dari kaum Muhajirin.
Beliau menulis sepucuk surat untuk Abdullah, namun dia baru
diizinkan membukanya setelah berjalan selama dua hari. Rasulullah
memerintahkannya untuk menjalankan tugas dan melarangnya dari
mem-benci seorang pun di antara para sahabat beliau. Maka setelah
berjalan selama dua hari Abdullah bin Jahsy membuka sepucuk surat
itu dan membacanya:
“Jika engkau telah membaca suratku ini, maka berjalanlah hingga
engkau sampai di suatu tempat bernama Nakhlah yang terletak di
antara Mekkah dan Thaif. Carilah informasi tentang kaum Quraisy lalu
lapor-kanlah kepada kami.”
Setelah membaca isi surat tersebut, Abdullah berkata: “Aku
mende-ngar dan taat.”
Lalu dia pun berkata kepada para shahabatnya: “Rasulullah
memerintahkan aku agar melanjutkan perjalanan menuju Nakhlah dan
me-mata-matai kaum Quraisy untuk dilaporkan kepada beliau. Dan
beliau melarangku membenci seorang pun dari kalian. Barangsiapa di
antara kalian yang menginginkan mati syahid, maka hendaklah ia
berangkat. Dan barangsiapa yang enggan maka kembalilah. Sementara
aku akan melaksanakan apa yang diperintahkan Rasulullah.”
Kemudian Abdullah bin Jahsy dan seluruh sahabat yang lain berang-kat
melaksanakan perintah Rasulullah. Dan ternyata tak seorang pun dari
mereka yang menginginkan untuk kembali. Ketika Abdullah bin Jahsy
melintasi Al-Hijaz dan sampai di Ma’dan yang berada tepat di bagian
atas Al-Furu’ dan dikenal juga dengan nama Bahraan, Saad bin Abi
Waqqash dan Uthbah bin Ghazwan kehilangan unta-unta mereka.
Akhir-nya keduanya tertinggal dari rombongan karena harus mencari
unta mere-ka. Sementara Abdullah bin Jahsy melanjutkan perjalanan
bersama pa-sukan yang masih tersisa hingga sampai di Nakhlah.
Tidak berapa lama lewatlah kafilah Quraisy membawa kismis, kulit dan
barang-barang dagangan. Dalam rombongan tersebut terdapat Amru bin
Al-Hadhrami, Utsman bin Abdullah bin Al-Mughirah dan saudara-nya,
Naufal bin Abdillah, Al-Hakam bin Kaisan. Demi melihat mereka
rombongan kafilah itu pun takut sementara mereka terlanjur berhenti
di dekatnya.
Lalu muncullah Ukkasyah bin Mihshan dengan potongan rambut yang
telah dicukur. Melihat kemunculannya anggota kafilah itu merasa aman
dan berkata: "Ternyata rombongan orang-orang yang hendak umrah,
tidak ada masalah dengan mereka!" Mereka pun saling bermusya-rah
tentang bagaimana menghadapi kafilah tersebut. Peristiwa itu terjadi
di hari terakhir bulan Rajab.
Mereka berkata: "Demi Allah, jika kalian membiarkan kafilah itu
malam ini, mereka akan memasuki tanah Haram dan kalian tidak bisa
mengganggu mereka. Jika kalian habisi mereka berarti kalian telah
me-langgar bulan Haram (empat bulan yang tidak dibenarkan
menumpahkan darah)."
Mereka pun ragu dan takut menyerang kafilah itu. Lalu mereka
memberanikan diri dan sepakat untuk membunuh siapa saja yang dapat
mereka bunuh dari anggota kafilah tersebut dan merampas apa saja
yang dapat dirampas. Waqid bin Abdillah At-Taimi memanah Amru bin
Al-Hadhraami dan berhasil membunuhnya. Dan mereka berhasil menawan
Utsman bin Abdillah dan Al-Hakam bin Kaisaan. Namun Naufal bin
Abdillah berhasil menahan gerakan mereka. Kemudian Abdullah bin
Jahsy pulang bersama pasukan dengan membawa harta rampasan dan dua
orang tawanan, hingga ia menemui Rasulullah di Madinah.
Ketika mereka menjumpai Rasulullah, beliau berkata: “Aku tidak
memerintahkan kalian berperang pada bulan Haram. Lalu harta rampasan
dan dua orang tawanan itu pun ditahan. Rasulullah tidak mau
menerima-nya. Setelah Rasulullah mengeluarkan pernyataan tersebut,
mereka pun menyesal sampai-sampai mengira mereka bakal binasa. Kaum
muslimin pun turut mengecam tindakan mereka itu. Orang-orang Quraisy
berkata: "Muhammad dan sahabat-sahabatnya telah menghalalkan bulan
Haram, mereka menumpahkan darah, merampas harta dan menawan
orang-orang kita! Kaum muslimin yang saat itu berada di Makkah
membantahnya dengan mengatakan: "Sesungguhnya mereka melakukan itu
pada bulan Sya'ban!"
Ketika orang-orang meributkan masalah tersebut, Allah menurunkan
firmanNya kepada Rasulullah (artinya),
“Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakan-lah:
‘Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi mengha-langi
(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)
Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar
(dosanya) di sisi Allah’.” (Al-Baqarah: 217)
Yakni kalaupun kalian telah menumpahkan darah pada bulan Haram maka
mereka telah menghalangi kalian dari jalan Allah serta kafir
kepa-daNya. Dan menghalangi kalian masuk Masjidil Haram. Serta
mengusir kalian darinya padahal kalian adalah penduduk aslinya.
Semua itu lebih besar dosanya di sisi Allah daripada anggota mereka
yang telah kalian bunuh.
Allah berfirman (artinya),
“Dan berbuat fitnah (syirik) lebih besar (dosanya) dari pada
mem-bunuh.” (Al-Baqarah: 217)
Yakni mereka telah berusaha mengeluarkan kaum muslimin dari agamanya
dan berusaha mengembalikan mereka kepada kekufuran setelah mereka
beriman. Tindakan itu lebih besar dosanya di sisi Allah daripada
menumpahkan darah.
Allah berfirman (artinya),
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat)
mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya
mereka sanggup.” (Al-Baqarah: 217)
Yakni mereka tetap melakukan hal tersebut, tidak bertaubat dan tidak
menghentikannya.
Setelah Allah menurunkan firmanNya berkaitan dengan persoalan ini,
Allah melepaskan rasa takut yang menghimpit mereka. Rasulullah
mengambil harta rampasan dan dua orang tawanan. Kaum Quraisy
mengutus utusan untuk menebus Utsman bin Abdillah dan Al-Hakam bin
Kaisaan. Rasulullah berkata, "Kami tidak akan menerima tebusan
kalian hingga dua orang sahabat kami kembali, yakni Sa'ad bin Abi
Waqqash dan Utbah bin Ghazwaan, kami khawatir kalian telah
membunuhnya. Jika ternyata kalian telah membunuhnya maka kami akan
membunuh dua tawanan ini!"
Ternyata Sa'ad dan Utbah kembali. Maka Rasulullah pun menerima
tebusan kedua tawanan tersebut.
Adapun Al-Hakam bin Kaisaan, ia kemudian masuk Islam dan
men-jalankan Islamnya dengan baik, ia tetap duduk di Madinah bersama
Ra-sulullah hingga ia terbunuh sebagai seorang syuhada pada
peperangan Bi'r Ma'uunah. Adapun Utsman bin Abdillah, ia kembali ke
Mekkah dan mati di sana dalam keadaan kafir.
Kiblat Dipindahkan ke Ka'bah
Menurut riwayat kiblat dipindahkan ke Ka'bah pada bulan Sya'ban,
yaitu delapan belas bulan setelah Rasulullah tiba di Madinah |