Peperangan Badar al-Kubra
Kemudian Rasulullah SAW., mendengar berita kafilah
Abu Sofyan yang baru kembali dari Syam bersama kafilah besar Quraisy
yang membawa harta benda dan barang dagangan mereka. Jumlah anggota
kafilah itu lebih kurang tiga puluh atau empat puluh orang Quraisy.
Diantaranya adalah Makhramah bin Naufal dan Amru bin Al-Ash. Kaum
muslimin pun keluar untuk menghadang mereka. Rasulullah berkata,
“Ini adalah kafilah Quraisy yang membawa harta melimpah, hadanglah
mereka, mudah-mudahan Allah menganugerahi harta rampasan perang
kepada kalian." Maka orang-orangpun tergerak keluar. Ada yang merasa
ringan dan yang merasa berat. Karena mereka tidak mengira bahwa
Rasulullah akan mencetuskan peperangan.
Ketika Abu Sofyan hampir mendekati wilayah Hijaz, ia mencari-cari
informasi. Ia bertanya kepada setiap rombongan yang dijumpainya.
Di-dorong perasaan khawatir terhadap nasib rombongannya. Hingga
akhir-nya ia mendengar berita dari salah satu rombongan bahwasanya
Muham-mad telah mengerahkan sahabat-sahabatnya untuk menghadang
kafilah dagangnya. Berhati-hatilah kalian! demikian pesan mereka.
Maka ia pun menyewa Dhamdham bin Amru Al-Ghifaari dan mengutusnya ke
Mak-kah serta memerintahkannya agar menemui pemuka Quraisy supaya
me-reka mengerahkan pasukan untuk mengawal barang dagangan mereka.
Dan menyampaikan berita kepada mereka bahwa Muhammad SAW., bersama
sahabatnya berusaha menghadang kafilahnya. Maka Dhamdham bin Amru
segera berangkat ke Makkah.
Tiga hari sebelum Dhamdham tiba di Makkah 'Atikah binti Abdul
Muththtalib bermimpi melihat sesuatu yang sangat mengejutkannya. Ia
menemui Al-Abbas bin Abdul Muthalib, saudaranya, dan berkata
kepadanya, "Wahai saudaraku, demi Allah tadi malam aku bermimpi
melihat sesuatu yang sangat mengejutkanku. Aku khawatir kaummu akan
tertim-pa keburukan dan musibah. Rahasiakanlah mimpi yang
kuceritakan pada-mu ini.
Al-Abbas berkata, "Apa yang engkau lihat?" 'Atikah berkata, "Aku
melihat seorang pria datang dengan menunggang unta lalu berhenti di
Abthah. Kemudian ia berteriak sekeras-kerasnya: "Bersiagalah kalian
menghadapi pertempuran wahai kaum dalam tiga hari ini!" Aku lihat
orang-orang datang mengerumuninya, kemudian ia memasuki Masjidil
Haram sementara orang-orang mengikutinya. Ketika mereka
mengeru-muninya, tiba-tiba untanya berdiri di atas punggung Ka'bah
dan menyeru-kan seperti seruannya tadi: "Bersiagalah kalian
menghadapi pertempuran wahai kaum dalam tiga hari ini!" Kemudian
unta itu berdiri di atas pun-cak gunung Abu Qubeis dan berseru
seperti itu. Kemudian ia meraih sebongkah batu besar lalu
melemparkannya ke bawah. Sampai di bawah batu itu terpecah belah
sehingga tidak satu pun rumah di Makkah melain-kan terkena serpihan
batu tersebut."
Al-Abbas berkata, "Demi Allah ini adalah mimpi yang benar!
Raha-siakanlah mimpi itu dan jangan ceritakan kepada siapapun."
Kemudian Al-Abbas pergi dan bertemu dengan Al-Walid bin Utbah bin
Rabi'ah, salah seorang temannya. Al-Abbas menceritakan mimpi itu
kepadanya dan memintanya supaya merahasiakannya. Lalu Al-Walid
menceritakannya kepada ayahnya, yakni Utbah. Lalu menyebarlah cerita
tersebut di seantero kota Makkah sehingga menjadi bahan pembicaraan
di kalangan kaum Quraisy, khususnya dalam majelis mereka.
Al-Abbas bercerita: "Suatu ketika aku hendak melakukan thawaf.
Sementara Abu Jahal bin Hisyam bersama sejumlah orang Quraisy sedang
duduk-duduk membicarakan perihal mimpi 'Atikah.
Demi melihatku Abu Jahal berkata: "Hai Abul Fadhl, datanglah ke-mari
setelah engkau mengerjakan thawaf." Selesai thawaf, aku pun men-datangi
mereka dan duduk bersama mereka. Abu Jahal berkata kepadaku: "Hai
bani Abdul Muthalib, kapankah terjadi peristiwa itu?"
“Peristiwa apakah itu?” tanyaku.
“Mimpi yang dilihat oleh ‘Atikah!” serunya.
“Apa yang dilihat olehnya?” tanyaku lagi.
Ia berkata, “Hai bani Abdul Muthalib, tidak adakah kaum lelaki yang
melihat mimpi seperti itu hingga kaum wanita kalian yang melihat-nya?"
'Atikah melihat dalam mimpi, katanya, "Bersiap siagalah dalam tiga
hari ini!" Kami tunggu dalam tiga hari ini! Jika benar apa katanya
itu, berarti peristiwa itu benar-benar terjadi. Jika dalam tiga hari
ini tidak terjadi sesuatu maka kami akan mencap kalian sebagai
keluarga paling besar kebohongannya di tanah Arab!”
Al-Abbas berkata, “Demi Allah, hal itu bukanlah masalah besar bagiku!
Aku pun tidak mempercayainya. Aku menyanggah kalau ‘Atikah melihat
sesuatu dalam mimpinya.” Kemudian kami pun berpisah. Petang harinya
seluruh kaum wanita bani Abdul Muthalib mendatangiku dan berkata,
“Mengapa engkau biarkan si fasik itu melecehkan kaum lelaki kita,
kemudian ia juga melecehkan kaum wanita kita sedang engkau men-dengarnya.
Namun tidak sedikitpun engkau tergerak untuk membantah apa yang
engkau dengar itu!”
Aku menjawab, “Demi Allah, hal itu telah aku lakukan, kukatakan
padanya bahwa hal itu bukanlah masalah besar bagiku! Demi Allah aku
akan menantangnya dan jika ia mengulangi ucapannya niscaya aku akan
membantahnya!”
Pada hari ketiga setelah mimpi 'Atikah itu aku pun berangkat dengan
perasaan marah. Menurutku ada satu urusan yang terluput dan mesti
aku selesaikan dengannya. Aku masuk ke dalam Masjid dan melihat Abu
Jahal di situ. Demi Allah, ketika aku berjalan mendatanginya untuk
memberinya pelajaran agar ia meralat kembali apa yang telah
dikatakan-nya kemarin. Abu Jahal adalah seorang yang berperawakan
kurus, keras wajahnya, tajam bicaranya dan tajam pandangannya.
Tiba-tiba ia keluar dari pintu masjid dengan tergesa-gesa. Dalam
hatiku bertanya: "Ada apa gerangan dengannya? Semoga Allah
melaknatnya! Apakah ia sengaja melarikan diri karena takut cercaanku?"
Ternyata ia mendengar sesuatu yang belum kudengar. Ia mendengar
suara Dhamdham bin Amru Al-Ghifaari menyeru di atas lembah sembari
berdiri di atas untanya. Ia memotong hidung untanya, membalikkan
pela-nanya dan mengoyak bajunya. Ia berteriak: "Wahai sekalian kaum
Qu-raisy! Bencana besar telah menunggu! Bencana besar telah menunggu!
Harta-harta kalian yang dibawa oleh Abu Sofyan telah dihadang oleh
Muhammad bersama sahabat-sahabatnya! Menurutku kalian harus segera
menyusulnya! Tolonglah dia! Tolonglah dia!"
Aku lupa padanya dan dia juga lupa padaku karena peristiwa tersebut.
Orang-orang segera mempersiapkan keberangkatan. Mereka berkata: "Apakah
Muhammad dan sahabat-sahabatnya menyangka urusannya se-mudah apa
yang telah mereka lakukan terhadap rombongan Ibnu Al-Hadhrami! (Amru
bin Al-Hadhrami yang terbunuh oleh pasukan Abdullah bin Jahsy) Demi
Allah! Sekali-kali tidak! Mereka akan rasakan nanti!"
Ketika itu kaum Quraisy hanya memiliki dua pilihan: Berangkat pe-rang
atau mengutus seseorang sebagai gantinya! Ternyata seluruh kaum
Quraisy berangkat perang, tidak ada tokoh-tokohnya yang tertinggal,
kecuali Abu Lahab bin Abdul Muthalib, ia mengutus Al-Ash bin Hisyam
bin Al-Mughirah sebagai gantinya. Al-Ash memiliki utang kepada Abu
Lahab sebesar empat ribu dirham, namun ia tidak sanggup melunasinya,
maka sebagai penebus utangnya itu ia menggantikan posisi Abu Lahab.
Dan Umayyah bin Khalaf telah berniat untuk tinggal. Dia adalah se-orang
yang telah berusia lanjut, bertubuh gemuk hingga susah bergerak.
Lalu Uqbah bin Abi Mu'aith datang menemuinya, ketika itu ia sedang
duduk di Masjidil Haram di tengah-tengah kaumnya sambil menikmati
dupa yang berisi api di hadapannya. Uqbah berkata kepadanya, "Hai
Abu Ali, nikmatilah dupa itu, karena engkau ini seperti wanita!"
Umayyah menjawab, "Semoga Allah memburukkan engkau dan apa yang
engkau katakan tadi!" Lalu dia pun mempersiapkan diri dan ikut
keluar bersama pasukan.
Setelah mempersiapkan bekal dan telah sepakat untuk memulai
per-jalanan, mereka teringat peperangan mereka dengan Bani Bakr bin
Abdi Manaat. Mereka berkata, "Kita khawatir mereka akan menyerang
dari be-lakang!" Masalah itu hampir-hampir saja menahan gerak
mereka. Lalu menjelmalah iblis dalam wujud Suraqah bin Malik bin
Ju'syum Al-Madlaji dan berkata kepada mereka: "Aku jamin Kinanah
tidak akan me-nyerang dari belakang!"
Mendengar itu mereka pun langsung bergegas keluar. Rasulullah SAW
keluar di awal bulan Ramadhan bersama sahabat-sahabat beliau. Rasul
menyerahkan kepemimpinan shalat jamaah kepada Amru bin Ummi Maktum
RA. Setibanya di Rauhaa' beliau memerintahkan Abu Lubabah kembali ke
Madinah untuk menggantikan beliau. Beliau menyerahkan panji kepada
Mush'ab bin Umeir RA, panji itu berwarna putih. Di hadapan
Rasulullah terdapat dua buah bendera berwarna hitam, satu dipegang
oleh Ali bin Abi Thalib dan satunya lagi dipegang oleh salah seorang
Anshar.
Pada saat itu unta yang dimiliki oleh para sahabat nabi berjumlah
tujuh puluh ekor unta. Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib dan
Martsad bin Abi Martsad menunggangi satu unta. Hamzah bin Abdil
Muthalib, Zaid bin Haritsah, Abu Kabsyah dan Anasah Maula Rasulullah
menunggangi satu unta. Sementara Abu Bakar, Umar dan Abdurrahman bin
Auf me-nunggangi satu unta.
Beliau berjalan dari Madinah menuju Makkah melewati Naqab Ma-dinah,
lalu melewati Al-'Aqiq, kemudian Dzulhulaifah, kemudian mele-wati
Ulaatul Jaisy. Kemudian beliau melewati wilayah Turban, kemudian
Malal, kemudian Ghamis Al-Hamam di daerah Maryain. Kemudian be-liau
melewati Shukhairaatul Yamaam, kemudian masuk wilayah As-Sa-yaalah
kemudian Fajjir Rauhaa' kemudian memasuki daerah Syanuukah. Ketika
beliau dan pasukan sampai di 'Irq Zhabiyyah mereka bertemu dengan
seorang Arab badui dan bertanya kepadanya tentang situasi Mak-kah.
Namun mereka tidak dapat mengorek keterangan darinya. Para saha-bat
berkata kepadanya: "Ucapkanlah salam kepada Rasulullah!"
"Apakah di antara kalian ada seorang utusan Allah!" tanyanya pula.
"Benar, ucapkanlah salam kepadanya!" jawab sahabat.
Ia berkata: "Jika engkau benar-benar utusan Allah maka sebutkanlah
kepadaku apa yang ada di dalam perut untaku ini!"
Salamah bin Salamah bin Waqsy berkata kepadanya, "Jangan tanya
Rasulullah, kemarilah biar aku jawab pertanyaan engkau itu! Engkau
menggagahinya lalu dalam perutnya itu ada seekor bayi unta yang
berasal dari benihmu!"
Rasulullah SAW berkata, "Diamlah, engkau telah berkata keji
terhadap-nya!" Rasulullah lantas berpaling dari Salamah.
Kemudian Rasulullah SAW singgah di tempat bernama Sajasaj, yaitu
telaga Rauhaa', kemudian bergerak hingga ketika sampai di Munsharif
beliau berbelok ke ke kanan, melewati An-Naziyah menuju Badar.
Beliau menyusuri pinggiran daerah tersebut hingga melintasi sebuah
lembah bernama Ruhqaan. Yaitu tempat yang terletak di antara
An-Naziyah dan perbatasan Shafraa'. Kemudian beliau tiba di
perbatasan Shafraa'. Setiba-nya di sana beliau melanjutkan
perjalanan hingga ketika hampir mema-suki Shafraa' beliau mengutus
Basbas bin Amru Al-Juhani dan Adi bin Abi Zaghbaa' Al-Juhani ke
Badar untuk mencari informasi tentang Abu Sofyan bin Harb dan
rombongannya. Setelah mengutus keduanya Ra-sulullah SAW dan pasukan
segera bergerak.
Kemudian beliau mendengar berita tentang pasukan Quraisy yang
bergerak untuk melindungi kafilah dagang mereka. Beliau mengajak
para sahabat bermusyawarah. Beliau menceritakan tentang pasukan
Quraisy tersebut. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA., bangkit dan mengucapkan
perkataan yang sangat baik. Kemudian bangkit pula Al-Miqdaad bin
Amru RA dan berkata, "Wahai Rasulullah, teruskanlah perjalanan
menurut yang telah Allah perintahkan kepadamu, kami selalu
menyertaimu. Demi Allah kami tidak akan mengatakan seperti yang
dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa:
“Pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (Al-Maidah:
24)
Akan tetapi kami mengatakan, "Pergilah berperang kami akan
me-nyertaimu berperang! Demi Allah yang telah mengutusmu dengan
mem-bawa kebenaran, sekiranya engkau membawa kami ke Barkil Ghimaad,
niscaya kami akan mengikutimu hingga engkau sampai ke tujuan!"
Rasulullah SAW., mengucapkan kata-kata yang baik kepadanya dan
mendoakannya. Kemudian Rasulullah berkata: "Kemukakanlah penda-pat
kalian wahai sahabat-sahabaku!" maksud beliau adalah kaum Anshar.
Karena mereka adalah mayoritas dari anggota pasukan. Dan ketika
mem-baiat beliau di Aqabah mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kami
tidak bertanggung jawab atas keselamatanmu hingga engkau tiba di
negeri kami. Dan jika engkau telah tiba di negeri kami maka engkau
berada dalam perlindungan kami. Kami akan melindungimu sebagaimana
kami melindungi anak dan istri kami."
Rasulullah SAW., khawatir kaum Anshar beranggapan mereka tidak wajib
melindungi beliau kecuali bila musuh menyerbu beliau di Madinah dan
beranggapan bahwa mereka tidak wajib berperang melawan musuh beliau
ke luar daerah. Setelah Rasulullah mengucapkan hal itu, Sa'ad bin
Mu'adz pun angkat bicara: "Demi Allah, sepertinya yang engkau maksud
adalah kami, kaum Anshar, wahai Rasulullah?"
"Benar!" kata beliau.
Sa'ad berkata, "Kami telah beriman kepadamu dan telah
membe-narkanmu, kami telah bersaksi bahwa agama yang engkau bawa
adalah haq dan kami telah memberi sumpah setia untuk selalu patuh
dan taat. Teruskanlah perjalanan ini wahai Rasulullah, kami akan
selalu menyer-taimu. Demi Allah yang telah mengutusmu dengan membawa
kebenaran, sekiranya engkau menawarkan kepada kami untuk mengarungi
samudera luas ini niscaya kami akan mengarunginya bersamamu, tidak
ada seorang pun dari kami yang tertinggal. Kami tidak merasa
keberatan berperang melawan musuh kita besok hari. Kami adalah kaum
yang paling teguh dalam peperangan dan paling setia saat berhadapan
dengan lawan. Mu-dah-mudahan Allah memperlihatkan kepadamu
persembahan terbaik dari kami yang membuat engkau gembira.
Berjalanlah bersama kami dengan keberkahan dari Allah!"
Rasulullah SAW., sangat gembira mendengar penuturan Sa'ad tadi dan
memompa semangat pasukan, beliau berkata: "Berjalanlah dan sambutlah
kabar gembira, sesungguhnya Allah telah menjanjikanku dua kelompok *
dan demi Allah seolah-olah saat ini aku sedang melihat kehancuran
mere-ka! (* Kelompok pertama adalah kafilah dagang kaum Quraisy yang
membawa barang-barang dagangan yang sangat banyak, di dalam kafilah
itu terdapat Abu Sofyan dan Amru bin Al-Ash. Dan kelompok kedua
adalah pasukan yang dikerahkan oleh Abu Jahal, mereka memiliki
kekuatan dan jumlah yang sangat banyak.)
Kemudian beliau singgah di sebuah tempat dekat Badar. Lalu beliau
berangkat bersama salah seorang sahabat (Abu Bakar Ash-Shiddiq)
hingga beliau bertemu dengan seseorang yang sudah berusia lanjut.
Beliau bertanya kepadanya tentang keadaan kaum Quraisy dan tentang
keadaan Muhammad SAW., dan sahabat-sahabatnya. Orang tua itu
berkata: "Aku tidak akan memberitahu kalian sehingga kalian
menyebutkan identitas kalian berdua!" Rasulullah ber-kata: "Kami
akan beritahu bila engkau memberitahu kepada kami!"
"Benarkah demikian?" katanya. "Benar!" jawab beliau. Orang tua itu
berkata: "Menurut berita yang sampai kepadaku, Muhammad dan
saha-bat-sahabatnya berangkat pada hari ini. Jika berita itu benar
maka mereka telah sampai di tempat ini." Persis di tempat Rasulullah
dan pasukan beliau berada sekarang.
Kemudian ia berkata: "Menurut berita yang sampai kepadaku kaum
Quraisy berangkat pada hari ini. Jika berita itu benar maka mereka
telah sampai di tempat ini." Persis di tempat pasukan kaum Quraisy
berada sekarang. Setelah memberitahu hal itu ia bertanya:
"Darimanakah kalian berdua?" Rasulullah SAW., menjawab: "Kami
berasal dari air!" kemudian be-liau pergi. Orang tua itu berkata:
"Apakah berasal dari mata air Iraq?"
Kemudian Rasulullah kembali menemui pasukan. Sore harinya beliau
mengutus Ali bin Abi Thalib, Az-Zubeir bin Al-Awwam, Sa'ad bin Abi
Waqqash beserta beberapa orang sahabat lain ke mata air Badar untuk
mengamati situasi. Mereka menemukan unta milik kaum Quraisy sedang
minum yang dikawal oleh Aslam, seorang budak Bani Al-Hajjaj dan
'Aridh Abu Yasaar, seorang budak Bani Al-Ash bin Sa'id. Mereka
menangkap dan menginterogasi kedua budak itu. Saat itu Rasulullah
SAW., sedang mengerjakan shalat. Kedunya berkata: Kami adalah
pengambil air pasukan Quraisy, mereka mengutus kami untuk mengambil
air buat mereka."
Namun mereka tidak puas dengan jawaban tersebut dan mengira keduanya
berasal dari kafilah Abu Sofyan. Maka mereka pun memukul keduanya,
setelah babak belur dipukul barulah keduanya mengaku: "Kami berasal
dari kafilah Abu Sofyan." Barulah mereka melepas kedua budak itu.
Seiring dengan itu Rasulullah SAW., baru menyelesaikan shalat-nya,
beliau berkata: "Mengapa kalian pukul kedua budak itu setelah
memberi pengakuan jujur lalu kalian biarkan setelah keduanya memberi
pengakuan dusta?" Benarlah kata mereka berdua, mereka berdua memang
berasal dari pasukan Quraisy! Ceritakanlah kepadaku tentang pasukan
Quraisy? Mereka berkata: "Demi Allah. Mereka sekarang berada di
balik bukit yang kalian lihat ini, di pinggir lembah yang jauh."
Rasulullah SAW., bertanya kepadanya, "Berapakah jumlah mereka?"
"Kami tidak tahu" kata mereka berdua. "Berapa ekor unta yang mereka
sembelih tiap hari?"
"Sembilan atau sepuluh unta setiap hari" jawab keduanya. Rasu-lullah
berkata: "Mereka berjumlah sekitar sembilan ratus atau seribu
orang." Kemudian beliau berkata kepada mereka berdua: "Siapakah
pemuka Quraisy yang ikut serta?"
Keduanya menjawab, "Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abul
Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuweilid,
Al-Harits bin Amir bin Naufal, Thu'aimah bin Adi bin Naufal,
An-Nadhr bin Al-Harits, Zam'ah bin Al-Aswad, Abu Jahal bin Hisyam,
Umayyah bin Khalaf, Nabih dan Munabbih ibnul Hajjaj, Suheil bin Amru
dan Amru bin Abdi Wudd."
Rasulullah SAW., menghadap kepada para sahabat lalu berkata:
"Mak-kah telah mengerahkan putra-putra pilihannya!"
Saat itu Basbas bin Amru dan Adi bin Abi Zaghbaa' sudah tiba di
Badar. Mereka menambatkan unta di sebuah anak bukit dekat mata air,
kemudian keduanya mengambil kantung air untuk diisi. Sementara saat
itu Majdi bin Amru Al-Juhani sedang berada di situ. Adi dan Basbas
mendengar dua wanita kampung sedang menimba air. Salah seorang
wanita berkata kepada sahabatnya, "Sesungguhnya kafilah akan datang
besok atau besok lusa, aku mau bekerja untuk mereka, kemudian aku
akan melunasinya untukmu." Majdi berkata: "Kalian benar!" Kemudian
ia membantu kedua wanita itu. Pembicaraan itu didengar oleh Basbas
dan Adi. Mereka segera menunggang unta dan bergerak menemui
Rasulullah SAW., lalu mengabarkan apa yang telah mereka dengar.
Abu Sofyan terus bergerak maju dengan hati-hati
sehingga sampai di mata air. Ia berkata kepada Majdi bin Amru: "Apakah
engkau mencu-rigai seseorang di sini?" Majdi menjawab: "Tidak, aku
tidak melihat se-orang pun yang mencurigakan, hanya saja aku melihat
dua orang penung-gang yang menambatkan untanya di bukit kecil itu,
mereka mengisi kantung air lalu pergi.
Abu Sofyan mendatangi bukit kecil tempat mereka menambatkan unta
lalu memeriksa kotoran unta mereka, ternyata ia dapati biji kurma.
Abu Sofyan berkata: "Demi Allah, ini adalah makanan hewan di Yatsrib
(Madinah)!" Ia segera kembali menemui rekan-rekannya lalu
mengarah-kan kafilahnya menelusuri jalan pantai. Ia berbelok ke
kanan menjauhi Badar dan mempercepat langkahnya.
Setelah melihat keadaan mereka sudah aman Abu Sofyan mengutus
seseorang menemui pasukan Quraisy untuk mengabarkan: "Sesungguh-nya
kalian keluar untuk melindungi kafilah, orang-orang dan harta
kalian, dan Allah telah menyelamatkannya, maka kembalilah!"
Abu Jahal bin Hisyam berkata: "Demi Allah kami tidak akan kem-bali
hingga tiba di Badar!" Badar adalah salah satu pasar tahunan
orang-orang Arab. "Kami akan tinggal di sana selama tiga hari,
menyembelih unta, menghidangkan makanan, meminum khamr dan
mendengarkan para biduanita berdendang. Orang-orang Arab telah
mendengar tentang kepergian kami bersama pasukan. Setelah ini mereka
pasti takut kepada kami selama-lamanya, maka teruskanlah perjalanan."
lanjut Abu Jahal.
Pasukan Quraisy pun terus bergerak hingga sampai di pinggir lem-bah
yang jauh. Lalu Allah menurunkan hujan dari langit, ketika itu lem-bah
dalam keadaan becek. Rasulullah SAW., dan para sahabat mendapat
bagian tanah yang padat dan keras sehingga tidak menghalangi
perge-rakan mereka. Sementara pasukan Quraisy mendapat bagian tanah
yang lembek sehingga tidak mampu untuk bergerak maju. Akhirnya
Rasulullah dapat mendahului mereka tiba di mata air. Sesampainya di
tepi mata air beliau turun di situ.
Al-Habbab bin Al-Mundzir berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Allah
yang memerintahkan tuan untuk turun di tempat ini sehingga kita
tidak boleh maju maupun mundur darinya, ataukah siasat perang
sema-ta?" Rasulullah menjawab: "Hanya siasat perang!"
Al-Habbab melanjutkan: "Wahai Rasulullah, tempat ini kurang baik,
alangkah baiknya jika kita menempati tempat di tepi seberang sana
yang dekat kepada pasukan Quraisy. Kita tutup sumur di belakangnya
dan kita bangun telaga lalu kita isi air sebanyak-banyaknya, dan
dari tempat itu kita menghadapi mereka. Kita dapat minum sementara
mereka tidak." Rasulullah SAW., berkata: "Sungguh tepat pendapatmu
itu."
Maka Rasulullah dan para sahabat mengambil tempat di seberang mata
air lalu menutup sumur dan membangun telaga di atasnya lalu mereka
isi air sampai penuh. Mereka ciduki telaga itu dengan bejana-bejana
mereka.
Sa'ad bin Mu'adz berkata: "Wahai Nabi Allah, alangkah baiknya jika
kami buatkan bagimu bangsal tempat engkau berteduh. Kami siapkan
hewan tunggangan untukmu kemudian biarkan kami yang menghadapi
musuh. Apabila Allah memberikan kemenangan bagi kita atas musuh maka
itulah yang kami harapkan. Jika tidak, engkau dapat mengendarai
hewan kendaraan itu untuk menyusul orang-orang kita yang tertinggal
di belakang. Wahai nabi Allah, ada sejumlah orang yang tertinggal di
bela-kang, kami bukanlah orang yang lebih dalam cintanya kepadamu
diban-ding mereka. Sekiranya mereka tahu engkau bakal menghadapi
peperang-an tentu mereka tidak akan tertinggal di belakang. Allah
akan melin-dungimu melalui mereka. Mereka pasti berlaku tulus
terhadapmu dan berjihad bersamamu." Rasulullah SAW., memujinya
dengan kata-kata yang baik dan mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian
dibangunlah bangsal untuk Rasulullah.
Pagi harinya kaum Quraisy mulai bergerak. Ketika melihatnya
Rasulullah SAW., segera menuruni Al-'Aqanqal –sebuah bukit pasir di
lembah tersebut–. Rasulullah berkata: "Ya Allah, itu pasukan Quraisy
telah da-tang dengan segala kesombongan dan keangkuhannya! Mereka
hendak menantangMu dan mendustakan RasulMu. Ya Allah, turunkanlah
perto-longan yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah,
binasakanlah mereka besok!"
Tibalah pasukan Quraisy di Badar, beberapa orang dari mereka
men-datangi telaga yang dibangun oleh Rasulullah dan para sahabat.
Diantara mereka terdapat Hakim bin Hizam. Rasulullah berkata:
"Biarkanlah me-reka!"
Orang-orang yang minum dari telaga Rasulullah saat itu menemui
kematiannya pada peperangan ini kecuali Hakim bin Hizam, dia lah
satu-satunya yang selamat. Kemudian ia masuk Islam dan menjadi baik
ke-Islamannya. Setelah itu apabila ia sungguh-sungguh bersumpah ia
berka-ta: "Demi Allah yang telah menyelamatkanku pada peperangan
Badar!"
Setelah keadaan tenang, kaum Quraisy mengutus Umeir bin Wahab
Al-Jumahi, mereka berkata kepadanya: "Perkirakanlah berapa jumlah
pasukan Muhammad!"
Ia pun menunggangi kudanya mengelilingi pasukan kemudian kem-bali
dan berkata: "Jumlah mereka lebih kurang tiga ratus orang! Akan
tetapi biar aku lihat apakah ada pasukan yang tersembunyi atau bala
bantuan bagi mereka?"
Ia pun menunggangi kudanya menjauhi lembah. Ternyata ia tidak
melihat sesuatu yang mencurigakan. Lalu kembali dan berkata: "Aku
tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Akan tetapi wahai sekalian
Quraisy! Aku melihat balaaya (Bentuk jamak dari perkataan
baliyyah, artinya unta-unta atau hewan-hewan yang diikat di kuburan
tidak makan dan tidak minum hingga mati) (unta-unta) yang membawa
kematian! Unta-unta Yatsrib yang membawa kematian yang tidak bisa
dielakkan. Satu kaum yang tidak memiliki pertahanan dan tempat
melarikan diri (perlindungan) selain pedang mereka! Demi Allah,
setiap orang yang terbunuh dari mereka pasti membunuh salah seorang
dari kalian! Jika dengan jumlah mereka yang sedikit itu mereka
berhasil mengalahkan kalian maka tidak ada lagi kehidupan yang enak
setelah itu! Oleh karena itu pikirkanlah matang-matang!"
Mendengar penuturannya itu Hakim bin Hizam menemui orang-orang. Ia
mendatangi Utbah dan berkata: "Wahai Abul Walid, engkau adalah
pembesar Quraisy dan salah satu pemimpin yang ditaati! Maukah
kebaikanmu selalu dikenang hingga akhir zaman.?"
"Apa itu hai Hakim?" tanya Utbah. Hakim berkata: "Kembalilah bersama
pasukan dan selesaikanlah tebusan sekutumu, yakni Amru bin
Al-Hadhrami."
"Aku pasti akan melakukannya, engkaulah yang menjadi saksinya, ia
adalah sekutuku dan akulah yang menanggung tebusannya dan harta-nya
yang diambil. Datangilah Ibnul Hanzhaliyah (Abu Jahal bin Hisyam,
ibunya anak dari Hanzhalah bin Malik). Aku tidak khawatir
orang-orang akan berselisih tentangnya!" jawab Utbah.
Maka Utbah pun bangkit dan berbicara: "Wahai sekalian kaum Quraisy,
demi Allah apa yang kalian lakukan bila mengalami kekalahan dalam
menghadapi Muhammad dan pasukannya? Demi Allah sekiranya kalian
menang maka kita saling memandang dengan perasaan benci sambil
menggerutu "Ia telah membunuh sepupunya, telah membunuh keponakannya
atau anggota keluarganya sendiri". Biarkanlah Muham-mad menghadapi
kabilah Arab yang lain. Bila mereka berhasil mengalah-kan Muhammad
maka itulah yang kalian harapkan. Jika yang terjadi selain itu,
kalian telah selamat dan terhindar dari musibah yang tidak kalian
inginkan darinya."
Hakim berkata: "Aku bergegas menemui Abu Jahal, saat itu ia te-ngah
mempersiapkan pakaian perangnya. Kukatakan padanya: "Hai Abul Hakam,
sesungguhnya Utbah mengutusku menemuimu untuk urusan ini!" yakni
masalah yang diutarakannya tadi. Abu Jahal berkata: "Demi Allah,
kembang kempis dadanya (Kinayah dari rasa takut) karena melihat
Muhammad dan pa-sukannya. Demi Allah sekali-kali tidak! Kita tidak
akan kembali hingga Allah memutuskan siapakah yang menang, kita atau
Muhammad! Seharusnya Utbah tidak mengatakan perkataan seperti itu!
Namun ia melihat Muhammad dan pasukannya hanya sedikit sementara di
antara mereka terdapat anaknya! Ia hanyalah menakut-nakuti kalian
saja!"
Lalu ia mengutus seseorang kepada Amir bin Al-Hadhrami untuk
mengatakan: "Sekutumu (yakni Utbah) menghendaki pasukan ini kemba-li
ke Makkah! Sementara engkau hendak membalas dendam! Bangkit dan
teriakkanlah hakmu (Yakni tuntutlah kepada bangsa Quraisy perjanjian
mereka kepadamu. Mereka adalah tetangga dan sekutu (Amr bin
Al-Hadhrami) dan darah saudaramu!
Maka bangkitlah Amir bin Al-Hadhrami dan berdiri di tengah orang
banyak sambil berteriak: "Duhai Amru! Duhai Amru!
Spontan saja berkobarlah semangat pasukan, tekad mereka semakin
menyala-nyala dan mereka semua bersatu di atas keburukan. Kacaulah
apa yang diserukan oleh Utbah kepada mereka!
Al-Aswad bin Abdil Asad Al-Makhzumi maju ke depan –ia adalah seorang
lelaki yang buruk perangainya– sambil berkata: "Aku bersumpah akan
meminum air dari telaga mereka. Akan kuhancurkan telaga itu meski
aku harus terbunuh! Tantangannya itu disambut oleh Hamzah bin Abdul
Muthalib. Ketika keduanya saling berhadapan Hamzah menebas kakinya
hingga terbelah dua dan terpental jauh. Sementara ia masih berada
jauh dari telaga. Ia pun tumbang sementara kakinya mengucurkan darah
ke arah teman-temannya. Kemudian ia merangkak menuju telaga dan
berusaha menceburkan diri ke dalamnya. Ia hendak melaksanakan
sumpahnya. Namun Hamzah mengejarnya lalu menebasnya dengan pe-dang.
Maka terbunuhlah Al-Aswad di telaga itu.!
Kemudian majulah Utbah bin Rabi'ah didampingi oleh saudaranya, yakni
Syaibah dan putranya Al-Walid bin Utbah. Sesampainya di antara dua
pasukan mereka menantang berduel satu lawan satu. Tiga orang pemuda
Anshar maju menjawab tantangan itu, mereka adalah Auf dan Mu'adz bin
Al-Harits dan seorang lelaki lain, ada yang mengatakan ia adalah
Abdullah bin Rawaahah.
"Siapakah kalian?" tanya mereka. "Kami adalah pemuda kaum An-shar!"
jawab sahabat. "Kami tidak berkeinginan melawan kalian!" sahut
mereka. Lalu salah seorang dari mereka berteriak: "Hai Muhammad,
keluarkanlah orang-orang yang seimbang dengan kami dari kaum kami!"
Rasulullah SAW., berkata: "Majulah wahai Ubaidah bin Al-Harits,
maju-lah wahai Hamzah dan majulah wahai Ali!" Mereka pun berkata:
"Itu baru lawan yang seimbang!" Maka Ubaidah pun –ia adalah yang
paling tua di antara ketiganya– meladeni Utbah bin Rabi'ah. Hamzah
meladeni Syaibah bin Rabi'ah dan Ali meladeni Al-Walid bin Utbah.
Adapun Hamzah tanpa susah payah berhasil menewaskan Syaibah.
Demikian juga Ali tanpa susah payah berhasil menewaskan Al-Walid.
Sementara Ubaidah terlibat dalam pertarungan yang amat sengit dengan
Utbah. Masing-masing dapat mencederai lawannya. Lalu Hamzah dan Ali
berbalik dan menyerang Utbah dengan pedang terhunus dan
meng-habisinya, kemudian keduanya membopong Ubaidah kembali ke
pasukan.
Setelah itu kedua pasukan saling berhadapan dan saling mendekat.
Rasulullah memerintahkan pasukan agar jangan menyerang sebelum
mendapat komando dari beliau. Beliau berkata: "Jika mereka maju
me-nyerang hujanilah mereka dengan lemparan batu!" Ketika itu
Rasulullah berada di dalam bangsal bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq
SAW.,.
Peperangan Badar ini terjadi pada Jum'at pagi tanggal 17 Ramadhan.
Kemudian Rasulullah SAW., merapikan barisan dan kembali ke bangsal
ber-sama Abu Bakar, tidak ada orang lain yang menyertai beliau.
Rasulullah terus berdoa memohon pertolongan yang telah dijanjikan
Allah kepada-nya. Beliau berdoa: "Ya Allah, jika Engkau membinasakan
pasukan ini niscaya Engkau tidak akan disembah lagi."
Abu Bakar saat itu berkata: "Wahai Nabiyullah, Allah telah memenuhi
janjiNya kepadamu!"
Rasulullah SAW., sempat tertidur sejenak di dalam bangsal kemudian
beliau terbangun dan berkata: "Wahai Abu Bakar, sambutlah kabar
gembira, pertolongan Allah telah tiba. Malaikat Jibril telah bersiap
memacu kudanya. Terlihat gumpalan debu dari arahnya!" Kemudian
Rasulullah keluar dan memompa semangat pasukan, beliau berkata:
"Demi Allah yang jiwa Muhammad berada ditanganNya, siapa saja yang
terbunuh pada hari ini karena mengharap pahala, maju berperang bukan
mundur ke kebelakang, pasti Allah memasukkannya ke dalam Surga."
Mendengar itu, Umeir bin Al-Humam, saudara Bani Salamah, yang saat
itu sedang makan buah kurma berkata: "Wah, wah, cuma itukah yang
memisahkan diriku dengan Surga? Hanya dengan terbunuh di ta-ngan
mereka?!" Ia segera melemparkan buah kurma yang digenggamnya lalu
mengambil pedang, kemudian ia maju ke depan hingga akhirnya tewas
terbunuh.
Kemudian Rasulullah SAW., mengambil segenggam debu lalu mengha-dap
pasukan Quraisy dan berkata: "Terhinalah wajah-wajah kalian!"
kemudian beliau meniupnya ke arah mereka. Lalu beliau memberi
ko-mando kepada pasukan: "Serbu!"
Maka pada saat itulah pasukan Quraisy menemui kekalahan.
Terbu-nuhlah para pemuka Quraisy dan tertawanlah sejumlah orang
terpandang mereka.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA., bahwa pada saat itu
Rasulullah SAW., berkata kepada para sahabat: "Aku tahu, sebagian
orang dari Bani Hasyim dan lainnya keluar berperang karena terpaksa.
Kita tidak perlu membunuh mereka. Siapa saja yang bertemu dengan
salah seorang Bani Hasyim, maka janganlah membunuhnya. Siapa saja
yang bertemu dengan Abul Bakhtari bin Hisyam bin Al-Harits bin Asad,
maka janganlah membunuhnya. Siapa saja yang bertemu dengan Al-Abbas
bin Abdil Muthalib, maka janganlah membunuhnya. Karena ia keluar
berperang karena terpaksa."
Abu Hudzaifah berkata: "Apakah kami dibiarkan membunuh bapak-bapak
kami, saudara-saudara kami dan keluarga kami lantas membiarkan
Al-Abbas? Demi Allah, jika aku menemuinya niscaya akan kubunuh
dengan pedangku ini!"
Sampailah perkataan ini kepada Rasulullah SAW.,. Beliau berkata
kepa-da Umar bin Al-Khatthab RA.,: "Wahai Abu Hafsh, patutkah paman
Rasu-lullah ditebas dengan pedang?" Umar berkata: "Wahai Rasulullah,
izinkan aku untuk membunuh orang yang mengatakannya! Demi Allah ia
telah berbuat kemunafikan!
Setelah peristiwa itu Abu Hudzaifah berkata: "Aku tidak pernah
merasa aman dari ucapan yang kukatakan saat itu. Aku senantiasa
takut akibatnya, dan tidak ada cara selain kutebus dengan mati
syahid!" Beliau terbunuh sebagai seorang syuhada pada peperangan
Yamamah.
Para malaikat tidak pernah terlibat langsung dalam peperangan
kecuali pada peperangan Badar ini. Pada peperangan lain mereka
datang dalam jumlah yang sangat banyak namun tidak terlibat langsung
dalam peperangan.
Setelah Rasulullah SAW., dan pasukan berhasil menaklukkan pasukan
Quraisy, beliau memerintahkan agar mencari jasad Abu Jahal di antara
para korban yang tewas. Ibnu Mas'ud RA., menuturkan: "Aku
menyembe-lih kepala Abu Jahal dan membawanya ke hadapan Rasulullah.
Aku berkata: "Wahai Rasulullah, inilah kepala musuh Allah Abu Jahal!
Rasulullah berkata: "Demi Allah, tiada ilah yang berhak disembah
selain Dia!" Begitulah sumpah Rasulullah.
Aku berkata: "Benar, demi Allah yang tiada ilah yang berhak disembah
selain Dia!" Kemudian aku letakkan kepala Abu Jahal di hadapan
Rasulullah. Beliau memanjatkan puja dan puji kepada Allah.
Rasulullah SAW., memerintahkan agar melempar mayat-mayat tentara
Quraisy itu ke sumur. Kecuali Umayyah bin Khalaf, tubuhnya
membeng-kak dalam baju perang yang dikenakannya sehingga sulit
dikeluarkan. Mereka mencoba mengeluarkannya dengan
menggoyang-goyangnya, tetapi dagingnya malah rontok, akhirnya mereka
biarkan. Lalu mereka timbun sumur itu dengan tanah dan bebatuan.
Setelah mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam sumur, pada malam
harinya Rasulullah SAW., berdiri di samping sumur lalu berkata
–perkataan beliau didengar oleh para sahabat-: "Hai penghuni sumur,
hai Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Umayyah bin Khalaf, Abu
Jahal...-dan beberapa orang yang dilemparkan ke dalam sumur- Apakah
kalian telah merasakan kebenaran janji Allah atas kalian?
Sesungguhnya aku telah melihat kebenaran janji Allah atasku!" Kaum
muslimin berkata: "Wahai Rasulullah, apakah engkau menyeru kaum yang
telah menjadi bangkai?"
Rasulullah menjawab: "Kalian tidaklah lebih mendengar apa yang aku
katakan daripada mereka! Hanya saja mereka tidak dapat menjawab
perkataanku!"
Kemudian Rasulullah memerintahkan agar membagi-bagi ghanimah (harta
rampasan perang) yang telah dikumpulkan. Kaum muslimin saling
berselisih tentangnya. Para pengumpul ghanimah berkata: "Harta itu
milik kami!"
Anggota pasukan yang terlibat peperangan berkata: "Demi Allah, kalau
bukan karena perjuangan kami kalian tidak akan bisa
mengumpul-kannya! Kamilah yang memalingkan perhatian musuh terhadap
kalian sehingga kalian bisa leluasa mengumpulkannya."
Anggota pasukan yang bertugas menjaga Rasulullah SAW., dari
gang-guan musuh berkata: "Demi Allah, kalian tidaklah lebih berhak
daripada kami. Demi Allah, kami telah bertekad memerangi musuh sebab
Allah telah mengaruniai kami kekuatan. Dan kami pun punya kesempatan
untuk mengambili harta karena tidak ada lagi yang menjaganya. Akan
tetapi kami khawatir terhadap keselamatan Rasulullah dari rongrongan
musuh, maka kami pun menjaga beliau. Kalian tidaklah lebih berhak
daripada kami!"Setelah memperoleh
kemenangan Rasulullah mengutus Abdullah bin Rawahah untuk
menyampaikan kabar gembira kepada penduduk 'Aliyah dan Zaid bin
Haritsah kepada penduduk Saafilah. Kemudian beliau bergegas kembali
ke Madinah dengan membawa para tawanan. Diantara mereka terdapat
Uqbah bin Abi Mu'aith dan An-Nadhr bin Al-Harits. Beliau juga
membawa harta rampasan perang yang diperoleh dari kaum musyrikin.
Beliau memerintahkan Abdullah bin Ka'ab bin Amru bin 'Auf untuk
mengawalnya.
Beliau berjalan hingga sampai di Mudhayyiq Shafraa' beliau singgah
di sebuah bukit kecil antara Mudhayyiq dan Naziyah. Di situlah
beliau membagi-bagikan harta rampasan perang yang Allah berikan
kepada kaum muslimin. Beliau membaginya sama rata.
Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan. Sesampainya di Rau-ha'
beliau bertemu dengan sebagian kaum muslimin yang mengucapkan
selamat atas kemenangan yang diberikan Allah kepada beliau bersama
pasukan. Salamah bin Salamah berkata: "Ucapan selamat apakah yang
kalian tujukan buat kami?! Demi Allah kami hanyalah menghadapi kaum
yang lemah seperti unta-unta yang tertambat lalu kami datang
menyem-belihinya!"
Rasulullah hanya tersenyum mendengar perkataan tersebut. Kemu-dian
beliau berkata: "Hai saudaraku, mereka adalah kelompok yang besar!"
Setibanya di Ash-Shafraa', An-Nadhr bin Al-Harits dibunuh, Ali bin
Abi Thaliblah yang melaksanakan tugas membunuhnya. Kemudian pasukan
kembali bergerak, setibanya di 'Irq Zhabiyyah giliran Uqbah bin Abi
Mu'aith yang dibunuh. Ketika Rasulullah SAW., memerintahkan agar
membunuhnya, ia berkata: "Untuk siapakah mata pedang ini hai
Mu-hammad?"
"Untuk Neraka!" jawab beliau.
'Ashim bin Tsabit bin Abi Aqlah Al-Anshari yang melaksanakan tugas
membunuhnya. Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan hing-ga tiba
di Madinah sehari sebelum rombongan yang membawa tawanan tiba.
Ketika para tawanan datang, beliau membagi-bagikannya kepada para
sahabat. Beliau berpesan agar berbuat baik terhadap para tawanan.
Orang Quraisy pertama yang sampai di Makkah setelah kekalahan itu
ialah Al-Haisumaan bin Abdulllah.
Orang-orang Quraisy meratapi para korban yang gugur. Kemudian mereka
berkata: "Jangan meratap seperti itu, jangan sampai Muhammad dan
sahabat-sahabatnya mendengar ratapan kita sehingga mereka
ber-gembira mendengarnya. Jangan utus seorang pun untuk menebus
ta-wanan kalian. Tundalah niat kalian itu. Jangan sampai Muhammad
dan sahabat-sahabatnya menekan kalian dalam penebusan tawanan
tersebut!"
Dalam peperangan itu Al-Aswad bin Al-Muthalib kehilangan tiga orang
anaknya: Zam'ah bin Al-Aswad, Uqeil bin Al-Aswad dan Al-Harits bin
Zam'ah. Ia ingin sekali meratapi anak-anaknya itu. Tiba-tiba pada
suatu malam ia mendengar suara ratapan. Pada saat itu pandangannya
sudah lemah, ia berkata kepada seorang budaknya: "Coba lihat
siapakah yang meratap itu? Apakah orang-orang Quraisy sedang
meratapi korban-korban mereka yang gugur? Biar aku menangisi Abu
Hakimah –yakni Zam'ah- karena dadaku sudah sesak rasanya!
Sekembalinya si budak tadi ia berkata: "Itu hanyalah tangisan
seorang wanita yang kehilangan untanya?" Saat itulah Al-Aswad
melantunkan syair dukanya:
Apakah wanita itu menangisi untanya yang hilang
Hingga ia tidak bisa tertidur pulas?
Jangan tangisi unta itu tangisilah para korban perang Badar
Tangisilah Bani Husheish, Makhzum dan keluarga Abul Walid
Tangisilah Uqeil dan Harits singa milik Al-Aswad
Tangisilah mereka semua janganlah engkau jemu!
Sungguh Abu Hakimah memang tiada tandingannya!
Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus para tawanan.
Mereka mengutus Mikraz bin Hafsh untuk menebus Suheil bin Amru.
Setelah Mikraz mengemukakan maksudnya dan disetujui oleh kaum
muslimin, mereka berkata: "Berikanlah tebusannya?" Mikraz ber-kata:
"Ikatlah kakiku sebagai ganti dirinya, dan bebaskanlah dia hingga ia
memberikan tebusannya kepada kalian. Maka kaum muslimin pun
mem-bebaskan Suheil dan mengikat Mikraz sebagai gantinya.
Pada saat itu Umar bin Al-Khatthab RA., berkata kepada Rasulullah:
"Wahai Rasulullah, izinkanlah aku menanggalkan giginya dan memotong
lidahnya agar ia tidak bisa lagi menjelek-jelekkan dirimu!"
Rasulullah SAW., berkata: "Aku tidak akan merusak dirinya sehingga
Allah akan merusak diriku, meskipun aku seorang nabi."
Di antara para tawanan terdapat Abul Ash bin Ar-Rabi' bin Abdil
Uzza, mantan menantu Rasulullah, bekas suami putri beliau, Zainab
RA.,. Islam telah memisahkan mereka berdua. Hanya saja dahulu
Rasulullah SAW., tidak kuasa memisahkan mereka berdua. Zainab yang
ketika itu sudah memeluk Islam masih tetap hidup bersama Abul Ash
yang masih musy-rik. Hingga Rasulullah berhijrah ke Madinah. Ketika
pasukan Quraisy be-rangkat ke peperangan Badar, Abul Ash bin
Ar-Rabi' ikut bersama pa-sukan. Pada peperangan ini ia tertawan. Di
Madinah ia berada di bawah pengawasan Rasulullah.
Ketika penduduk Makkah mengutus orang-orang mereka untuk me-nebus
tawanan, Zainab binti Rasulullah SAW., meminta agar Abul Ash
dibe-baskan dengan tebusan sejumlah harta. Zainab menyerahkan
kalungnya yang dihadiahkan oleh Khadijah saat ia berumah tangga
dengan Abul Ash. Melihat itu hati Rasulullah pun luluh, lalu beliau
berkata: "Jika kalian setuju membebaskan Abul Ash dan mengembalikan
kalung ini kepada Zainab, maka lakukanlah." Para sahabat berkata:
"Kami setuju wahai Rasulullah, bebaskanlah Abul Ash dan
kembalikanlah kalung itu kepada Zainab."
Lalu Abul Ash kembali ke Makkah, sementara Zainab tinggal ber-sama
Rasulullah di Madinah. Islam telah memisahkan keduanya. Hingga
menjelang penaklukan kota Makkah, Abul Ash berangkat berniaga ke
negeri Syam. Ia adalah orang yang terpercaya. Ia membawa harta
da-gangannya dan harta dagangan milik orang-orang Quraisy yang
diinves-tasikan kepadanya. Setelah selesai berniaga dan hendak
kembali ke Makkah, ia dihadang oleh pasukan Rasulullah SAW., dan
merampas harta benda yang dibawanya. Abul Ash sendiri melarikan diri
karena tidak mampu melawan. Sekembalinya pasukan dengan membawa
harta yang baru mereka rampas, Abul Ash diam-diam datang ke Madinah
pada ma-lam hari. Ia menemui Zainab binti Rasulullah dan meminta
perlindungan kepadanya, Zainab pun melindunginya. Ia ceritakan bahwa
tujuannya adalah mengambil kembali hartanya yang dirampas. Pagi
harinya ketika Rasulullah mulai mengerjakan shalat Shubuh bersama
para sahabat, tiba-tiba Zainab berteriak dari tengah shaf: "Wahai
sekalian manusia, se-sungguhnya aku telah melindungi Abul Ash bin
Ar-Rabi'. Selesai shalat Rasulullah berkata: "Apakah kalian dengar
teriakan itu?"
"Kami mendengarnya!" jawab sahabat.
Rasulullah berkata: "Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di
tanganNya, aku tidak tahu menahu soal itu hingga mendengarnya tadi
sebagaimana yang kalian dengar. Sesungguhnya wajib melindungi orang
yang dilindungi oleh seorang muslim meski serendah apapun
derajatnya."
Kemudian Rasulullah menemui putrinya dan berkata: "Wahai putri-ku,
muliakanlah dia, namun janganlah mendekatinya karena ia tidak halal
bagimu."
Abdullah bin Abi Bakar menuturkan kisahnya: "Rasulullah SAW.,
mengutus pasukan yang merampas harta benda milik Abul Ash.
Rasulullah berkata kepada mereka: "Lelaki ini (Abul Ash) dalam
perlindungan kami sebagaimana yang kalian ketahui, dan kalian telah
merampas hartanya. Jika kalian berbaik hati mengembalikan harta yang
kalian rampas maka kami sangat mensyukurinya. Jika kalian menolak
maka itu merupakan harta fa'i yang Allah berikan kepada kalian.
Kalian lebih berhak terha-dapnya." Mereka berkata: "Wahai
Rasulullah, kami akan mengembali-kannya."
Maka mereka pun mengembalikannya. Ada yang mengembalikan timba, ada
yang mengembalikan tempat air, ada yang mengembalikan bejana kulit,
bahkan ada yang mengembalikan kayu pemikul karung. Mereka
mengembalikan seluruh harta bendanya tanpa ada satupun yang
tertinggal. Lalu Abul Ash membawanya ke Makkah dan menyerahkannya
kepada pemiliknya dan kepada orang yang telah menanamkan modal
kepadanya. Kemudian ia berkata: "Wahai sekalian kaum Quraisy, adakah
orang yang belum mengambil harta yang dititipkannya kepadaku?"
"Tidak ada, semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan, engkau
adalah orang yang amanat lagi mulia!" jawab mereka.
Abul Ash melanjutkan perkataannya: "Sesungguhnya aku telah ber-saksi
tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah
hamba dan utusanNya! Demi Allah tidak ada perkara yang
meng-halangiku masuk Islam di hadapan beliau melainkan aku khawatir
kalian akan menuduhku sebagai orang yang ingin mengambil secara
tidak sah harta orang lain. Setelah aku mengembalikannya kepada
kalian dan sudah selesai urusan di antara kita, maka aku pun
menyatakan ke-Islamanku!"
Kemudian ia meninggalkan Makkah dan pergi menemui Rasulullah.
Di antara para tawanan yang kami ketahui namanya dan diberi
pe-ngampunan selain Abul Ash bin Ar-Rabi' adalah Al-Muthalib bin
Hanthab, Shaifi bin Abi Rifaa'ah, Abu Azzah Amru bin Abdillah bin
Utsman bin Uhaiib bin Hudzafah bin Jumah, ia adalah seorang fakir
dan banyak memiliki anak perempuan. Ia datang menghadap Rasulullah
dan berkata: "Wahai Rasulullah, engkau tahu aku tak punya harta, aku
adalah orang miskin dan banyak anak, bebaskanlah diriku." Maka
Rasulullah pun membebaskannya dan mengambil janji darinya supaya ia
tidak mem-bantu seorang pun dalam memusuhi Rasulullah.
Abu Azzah memuji Rasulullah dan menyebutkan keutamaan beliau di
tengah kaumnya dalam sebuah syair:
Siapakah yang sudi mengabari dariku
tentang Muhammad Rasulullah,
tentang penguasa yang terpuji,
sesungguhnya seruanmu adalah hak
engkau menyeru kepada kebenaran dan hidayah
Cukuplah Allah Yang Maha Agung menjadi saksinya
Engkaulah orang yang memiliki kedudukan yang tinggi
Siapa saja yang engkau perangi niscaya akan celaka
Dan siapa saja yang engkau lindungi niscaya akan bahagia
Tebusan kaum musyrikin ketika itu seribu sampai empat ribu dirham
untuk satu orang. Kecuali yang tidak memiliki harta, Rasulullah
SAW., mengampuni mereka.
Peserta perang Badar dari kalangan Muhajirin yang diberi bagian
harta rampasan perang berjumlah delapan puluh tiga orang. Peserta
perang Badar dari kalangan suku Aus yang diberi bagian harta
rampasan perang berjumlah enam puluh satu orang. Dan peserta perang
Badar dari kalangan suku Al-Khazraj berjumlah seratus tujuh puluh
orang.
Jumlah keseluruhan peserta perang Badar dari kalangan Muhajirin dan
Anshar yang diberi bagian harta rampasan perang adalah tiga ratus
empat belas orang. |