Perang Bani Quraizhah (Tahun Ke-5 H)
Pagi hari, Rasulullah dan kaum muslimin pulang dari
Khandaq (parit) dengan tujuan Madinah dan meletakkan senjata
(istirahat). Pada waktu Zhuhur, Malaikat Jibril AS., datang kepada
Rasulullah –seperti dikatakan kepadaku oleh az-Zuhri– dengan
mengenakan sorban dari kain sutra tebal dan mengendarai Baghal yang
diberi pelana dari kain sutra. Malaikat Jibril berkata kepada
Rasulullah, ‘Apakah engkau telah mele-takkan senjata, wahai
Rasulullah?’. Rasulullah menjawab, ‘Ya’. Malaikat Jibril berkata,
‘Para malaikat belum meletakkan senjata. Mereka sekarang sedang
mengejar kaum tersebut. Hai Muhammad, sesungguhnya Allah SWT.,
memerintahkanmu berangkat ke Bani Quraizhah. Aku juga akan pergi
untuk mengguncang mereka‘. Setelah itu, Rasulullah SAW.,
memerintahkan penyeru untuk berseru kepada kaum muslimin,
‘Barangsiapa mendengar dan taat, ia jangan sekali-kali mengerjakan
shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.’
“Rasulullah SAW., menunjuk Ali bin Abi Thalib di depan barisan
de-ngan membawa bendera perang dalam perjalanan menuju Bani
Qurai-zhah sedangkan kaum muslimin berjalan di belakangnya. Kemudian
Ali bin Abi Thalib terus berjalan dan ketika berada di dekat
benteng-benteng, ia mendengar perkataan kotor ditujukan kepada
Rasulullah. Seketika itu juga ia berbalik arah hingga bertemu
Rasulullah di jalan. Ia berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai
Rasulullah, tidak ada salahnya kalau engkau tidak mendekat kepada
orang-orang brengsek tersebut’. Rasulullah berta-nya, ‘Kenapa
begitu? Aku yakin engkau mendengar perkataan kotor yang ditujukan
kepadaku."
Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Ya, wahai Rasulullah!" Kemudian
Rasulullah SAW., bersabda, ‘Jika mereka melihatku, mereka tidak akan
berkata seperti itu’. Ketika Rasulullah telah mendekati
benteng-benteng mereka, beliau bersabda, ‘Hai saudara-saudara kera,
apakah betul Allah telah menghinakan kalian dan menimpakan hukuman
kepada kalian?’. Mereka menjawab, ‘Hai Abu Al-Qasim, engkau bukan
orang bodoh.’
Ketika Rasulullah tiba di Bani Quraizhah, beliau berhenti di salah
satu sumur Bani Quraizhah di samping kebun mereka yang bernama Sumur
Anna.
Setelah itu, kaum muslimin berdatangan. Bahkan, beberapa orang dari
mereka tiba setelah Isya’ dan belum mengerjakan shalat Ashar karena
berpatokan kepada sabda Rasulullah SAW., ‘Ia jangan sekali-kali
mengerjakan shalat Ashar melainkan di Bani Quraizhah’. Kemudian
mereka mengerjakan shalat Ashar di Bani Quraizhah setelah shalat
Isya’. Allah tidak mengecam mereka di Al-Qur’an atas kejadian
tersebut.
“Rasulullah mengepung Bani Quraizhah selama dua puluh lima malam
hingga mereka menderita dan Allah memasukkan ketakutan ke hati
mereka. Huyai bin Akhthab bersama Bani Quraizhah masuk ke benteng
mereka –setelah orang-orang Quraisy dan orang-orang Ghatha-fan
meninggalkan mereka– karena ingin menepati janji yang ia buat dengan
Ka’ab bin Asad.”
“Ketika Bani Quraizhah yakin bahwa Rasulullah SAW., tidak
mening-galkan mereka hingga mengalahkan mereka, Ka’ab bin Asad
berkata kepada mereka, ‘Hai orang-orang Yahudi, kalian telah
mendapatkan penderitaan seperti yang kalian rasakan. Oleh karena
itu, aku ajukan tiga tawaran kepada kalian dan silakan kalian
mengambil pilihan yang kalian inginkan’. Mereka berkata, ‘Apa ketiga
tawaran tersebut?’ Ka’ab bin Asad berkata, ‘Ketiga tawaran tersebut
ialah kita mengikuti Muhammad dan membenarkannya. Demi Allah,
sungguh telah terlihat dengan jelas oleh kalian bahwa dia Rasul dan
kalian mendapati namanya tertulis da-lam Kitab kalian. Dengan cara
seperti itu, kalian mendapatkan keamanan terhadap darah, kekayaan,
anak-anak, dan wanita-wanita kalian.’
Mereka berkata, ‘Kita tidak akan meninggalkan Kitab Taurat
selama-lamanya dan tidak menggantinya dengan Kitab lain’. Ka’ab bin
Asad berkata, ‘Jika kalian tidak mau tawaran pertama, mari kita
bunuh anak-anak dan wanita-wanita kita, kemudian orang laki-laki
dari kita keluar menghadapi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dengan
senjata lengkap tanpa meninggalkan beban berat (anak-anak dan
wanita) di rumah hingga Allah menyelesaikan perkara kita dengan
mereka. Jika kita terbunuh, kita terbunuh tanpa meninggalkan
keturunan di rumah yang kita khawatirkan keselamatannya.
Jika kita menang, aku bersumpah bahwa kita akan mendapatkan
wa-nita-wanita dan anak-anak’. Mereka berkata, ‘Haruskah kita
membunuh anak-anak dan wanita-wanita yang seharusnya kita kasihani?
Apa artinya kehidupan enak tanpa mereka?’ Ka’ab bin Asad berkata,
‘Jika kalian tidak mau tawaran kedua, malam ini adalah malam Sabtu,
mudah-mudah-an Muhammad dan sahabat-sahabatnya memberi keamanan
kepada kita. Oleh karena itu, turunlah kalian dari benteng-benteng
semoga kita men-dapatkan kelengahan Muhammad dan sahabat-sahabatnya
kemudian kita serang mereka dengan tiba-tiba’. Mereka berkata,
‘Kalau begitu kita merusak hari Sabtu dan mengerjakan sesuatu yang
tidak pernah dikerja-kan orang-orang sebelum kita kecuali orang yang
mendapatkan musibah yaitu pemusnahan seperti yang engkau ketahui’.
Ka’ab bin Asad berkata, ‘Tidak ada seorang pun dari kalian sejak ia
dilahirkan ibunya yang punya nyali meski satu malam saja.”
“Kemudian Bani Quraizhah mengirim delegasi kepada Rasulullah SAW.,
dengan membawa pesan, ‘Kirimlah kepada kami Abu Lubabah bin Abdul
Mundzir saudara Bani Amr bin Auf dan sekutu orang-orang Al-Aus agar
kita bisa meminta pertimbangan dalam masalah kami’. Rasulullah SAW.,
mengirim Abu Lubabah kepada Bani Quraizhah. Ketika mereka melihat
kedatangan Abu Lubabah, orang laki-laki, wanita-wanita, dan
anak-anak berlarian kepadanya kemudian menangis hingga abu Lubabah
merasa iba kepada mereka. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah berkata
kepada Abu Lubabah, ‘Hai Abu Lubabah, bagaimana pendapatmu kalau
kita tunduk kepada hukum Muhammad.?’* Abu Lubabah berkata, ‘Ya’. Abu
Lubabah berkata seperti itu sambil memberi isyarat dengan tangan ke
tenggorokannya, yang artinya siap-siaplah kalian di sembelih.**
Abu Lubabah berkata, ‘Aku tidak beranjak dari tempatku ini hingga
Allah menerima taubatku atas perbuatanku. Aku berjanji kepada Allah
untuk selama-lamanya dan aku tidak diperlihatkan selama-lamanya
kepada negeri yang di dalamnya aku pernah mengkhianati Allah dan
RasulNya’.”
“Ketika Rasulullah SAW., mendengar informasi tentang Abu Lubabah
–informasi tersebut agak terlambat sampai pada beliau–, beliau
bersabda, ‘Seandainya ia datang kepadaku, aku pasti memintakan
ampunan untuk-nya. Tapi jika ia telah berbuat seperti itu, aku tidak
melepaskannya hing-ga Allah menerima taubatnya’.”
“Ummu Salamah RA., berkata, ‘Taubat Abu Lubabah diterima Allah.’ Aku
berkata, ‘Bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepadanya?’.
Beliau bersabda, ‘Silakan, jika engkau mau’. Ummu Salamah berdiri di
depan pintu kamarnya –itu terjadi sebelum hijab diwajibkan– kemudian
berkata, ‘Hai Abu Lubabah, bergembiralah, karena Allah telah
menerima taubatmu’. Para sahabat pun mengerumuni Abu Lubabah untuk
melepaskan ikatannya, namun ia berkata, ‘Tidak, demi Allah, aku
tidak mau, hingga Rasulullah sendiri yang melepaskanku dengan
tangannya’. Ketika Rasulullah SAW., keluar untuk menunaikan shalat
Shubuh, beliau berjalan melewati Abu Lubabah, kemudian melepaskan
ikatannya’.
Ibnu Hisyam berkata, “Abu Lubabah mengikat diri pada tiang masjid
selama enam hari. Dalam jangka waktu tersebut, istrinya datang di
setiap waktu shalat untuk melepaskan ikatan agar ia bisa mengerjakan
shalat. Usai shalat, ia kembali mengikat diri.
“Pada pagi harinya, Bani Quraizhah tunduk kepada hukum Rasulullah
SAW. Orang-orang Al-Aus berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah,
semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepadamu, mereka adalah
keluarga kami dan belum lama ini engkau bertindak terhadap sekutu
saudara-saudara Al-Khazraj seperti yang telah engkau ketahui’.
Memang sebelum mengepung Bani Quraizhah Rasulullah mengepung Bani
Qainuqa’ sekutu Al-Khazraj kemudian mereka tunduk kepada hu-kum
beliau. Sikap beliau terhadap Bani Qainuqa’ tersebut pernah
dita-nyakan Abdullah bin Ubai bin Salul kemudian beliau menyerahkan
mereka kepada Abdullah bin Ubai bin Salul. Sesudah orang-orang
Al-Aus berkata seperti itu, beliau bersabda, ‘Hai semua orang-orang
Al-Aus, tidakkah kalian senang kalau urusan kalian diputuskan salah
seorang dari kalangan kalian sendiri?’. Orang-orang Al-Aus menjawab,
‘Ya’ Rasulullah SAW., bersabda, ‘Sa’ad bin Muadzlah orangnya!"
Sebelumnya Rasulullah telah menempatkan Sa'ad bin Mu'adz di kemah
dalam masjid beliau milik seorang wanita yang telah masuk Islam
bernama Rufaidah. Ia mengobati orang-orang terluka dan menghibahkan
dirinya untuk melayani kaum muslimin yang terluka. Ketika Sa'ad bin
Mu'adz terluka akibat tembakan panah pada peperangan Khandaq,
Rasulullah SAW., berkata, "Letakkanlah Sa'ad di kemah milik Rufaidah
agar aku dapat mengunjunginya dari jarak dekat."
Ketika Rasulullah menunjuk Sa'ad bin Mu'adz sebagai hakim atas Bani
Quraizhah, kaumnya datang menemuinya kemudian mereka menaikkannya di
atas keledai yang mereka beri bantal dari kulit. Sa'ad bin Mu'adz
berperawakan gemuk dan tampan. Mereka pergi membawa Sa'ad bin Mu'adz
menemui Rasulullah SAW. Mereka berkata: "Hai Abu Amr, berlaku
baiklah terhadap keluargamu, sesungguhnya Rasulullah mengangkatmu
sebagai hakim tidak lain agar engkau berbuat baik kepada mereka."
Karena mereka terlalu banyak bicara maka Sa'ad pun berkata kepada
mereka: "Sungguh telah tiba waktunya bagi Sa'ad bin Mu'adz untuk
tidak takut terhadap kecaman orang dalam menegakkan hukum Allah!"
Beberapa orang yang tadinya ikut bersama Sa'ad bin Mu'adz pulang ke
perkampungan Bani Abdul Asyhal lalu menyampaikan kabar duka cita
kepada beberapa orang dari Bani Quraizhah sebelum Sa'ad bin Mu'adz
tiba di tempat mereka.***
Ketika Sa'ad tiba di tempat Rasulullah SAW., beliau berkata kepada
kaum muslimin yang bersama beliau di situ: "Sambutlah pemimpin
kalian!" Adapun kaum Muhajirin berkata, ‘Maksud beliau adalah kaum
Anshar!" Adapun kaum Anshar mengatakan, "Rasulullah menyuruh kita
semua, maka dari itu sambutlah ia.!"
Mereka pun berdiri menuju Sa’ad bin Muadz dan berkata, ‘Hai Abu Amr,
sesungguhnya Rasulullah mengangkatmu untuk memutuskan
per-kara-perkara keluargamu’. Sa’ad bin Muadz berkata, ‘terhadap itu
semua, kalian harus komitmen dengan janji Allah bahwa hukum tentang
mereka adalah sesuai dengan hukum yang aku keluarkan’. Mereka
berkata, ‘Ya’. Sa’ad bin Muadz berkata, ‘Kalian juga harus komitmen
kepada orang yang ada di sini’. Sa’ad bin Muadz berkata seperti itu
sambil menunjuk ke tempat Rasulullah, ia bertindak seperti itu
sebagai penghormatannya kepada beliau. Rasulullah SAW., bersabda,
‘Ya’. Sa’ad bin Muadz berkata, ‘Tentang Bani Quraizhah, aku putuskan
bahwa orang laki-laki mereka dibunuh, kekayaan mereka dibagi-bagi,
dan anak-anak serta wanita-wanita ditawan’.”
Rasulullah bersabda kepada Sa’ad bin Muadz, ‘Sungguh engkau telah
memutuskan perkara mereka dengan hukum Allah dari atas tujuh
langit’.
“Setelah itu, orang-orang Yahudi Bani Quraizhah disuruh turun,
kemudian Rasulullah menahan mereka di Madinah di rumah putri
Al-Harits, salah seorang wanita dari Bani An-Najjar. Rasulullah
SAW., pergi ke Pasar Madinah, kemudian membuat parit di sana.
Setelah itu, beliau memerintahkan orang-orang Yahudi Bani Quraizhah
dibawa ke parit tersebut dan memenggal kepala mereka di dalamnya.
Mereka dibawa ke parit tersebut kelompok per kelompok, termasuk
musuh Allah Huyai bin Akhthab, Ka’ab bin Asad tokoh Bani Quraizhah
bersama enam ratus atau tujuh ratus orang-orang Bani Quraizhah. Ada
yang mengatakan bahwa jumlah mereka adalah delapan ratus atau bahkan
sembilan ratus. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah berkata kepada
Ka’ab bin Asad ketika mereka dibawa kepada Rasulullah secara
berkelompok, ‘Hai Ka’ab, bagaimana pendapatmu terhadap perlakuan
Muhammad kepada kita?’. Ka’ab bin Asad berkata, ‘Kenapa kalian tidak
berpikir di setiap tempat?. Tidakkah kalian lihat dai yang tidak
terbantahkan? Bukankah orang di antara kalian yang dibawa kepadanya
itu tidak kembali lagi? Demi Allah, inilah pembunuhan’. Itulah yang
terjadi hingga Rasulullah SAW., selesai merealisasikan keputusan
Sa’ad bin Muadz terhadap mereka."
Musuh Allah, Huyai bin Akhthab, yang ketika itu mengenakan pakaian
berwarna seperti bunga namun tercabik-cabik di semua sudutnya agar
tidak diambil kaum muslimin, dia didatangkan dalam keadaan kedua
tangannya ditali menyatu dengan lehernya. Ketika ia melihat
Rasulullah SAW., ia berkata, ‘Demi Allah, aku tidak menyalahkan
diriku karena memu-suhimu, namun barangsiapa tidak menolong Allah,
ia tidak akan ditolong olehNya’. Setelah itu, Huyai bin Akhthab
menghadapkan wajahnya kepada manusia dan berkata, ‘Hai manusia,
tidak apa-apa terhadap perin-tah Allah. Ini adalah keputusan,
takdir, dan penyembelihan yang telah ditetapkan Allah kepada Bani
Israel’. Usai berkata begitu, Huyai bin Akhthab duduk, kemudian
kepalanya dipenggal.
Dari Ummul Mukminin Aisyah RA., yang berkata, ‘Hanya satu wanita
yang dibunuh dari wanita-wanita Bani Quraizhah. Demi Allah, ia
berada di tempatku. Ia ngobrol dan tertawa-tawa denganku ketika
Rasulullah SAW., membunuh orang-orang laki-laki Bani Quraizhah di
Pasar Madinah, tapi tiba-tiba penyeru menyebut namanya dengan
berkata, ‘Mana si Fulanah?’ Ia berkata, ‘Demi Allah, akulah
orangnya’. Aku berkata kepadanya, ‘Celakalah engkau, apa yang telah
engkau lakukan?’. Ia berkata, ‘Aku dihukum mati’. Aku bertanya,
‘Kenapa engkau dihu-kum?’ Ia menjawab, ‘Karena kejahatan yang aku
lakukan.**** Kemudian wanita itupun dibawa dan dipenggal kepalanya.
Demi Allah, aku ingat terus dan kagum kepadanya. Hatinya tetap baik
dan tertawa-tawa padahal ia tahu akan dibunuh’.”
Rasulullah memerintahkan pembunuhan orang-orang Bani Qurai-zhah yang
telah tumbuh jenggotnya (dewasa). Athiyyah Al-Quradhi mengatakan,
‘Rasulullah memerintahkan pembunuhan orang-orang Bani Quraizhah yang
telah dewasa (baligh). Ketika itu, aku masih anak-anak dan kaum
muslimin mendapatiku belum dewasa, jadi, mereka membe-baskanku.
Ayyub bin Abdurrahman berkata bahwa Salma binti Qais –ibu
Al-Mundzir, saudara perempuan Salith bin Qais, dan salah satu bibi
Rasulullah dari jalur ibu, pernah shalat menghadap dua kiblat, dan
berbaiat kepada beliau dalam baiat kaum wanita– menanyakan tentang
Rifa’ah bin Samuel Al-Quradhi kepada Rasulullah. Rifa’ah bin Samuel
telah dewasa dan meminta perlindungan kepadanya dan sudah kenal
dengan kaum muslimin sebelum ini. Kata Salma binti Qais, ‘Wahai Nabi
Allah, ayah ibuku menjadi tebusanku, berikan Rifa’ah kepadaku,
karena ia mengaku akan shalat dan makan daging unta’. Rasulullah
memberikan Rifa’ah kepada Salma binti Qais kemudian Salma binti Qais
membiarkan Rifa’ah bin Samuel hidup”.
Setelah itu, Rasulullah membagi-bagi kekayaan, wanita-wanita, dan
anak-anak Bani Quraizhah kepada kaum muslimin.
Setelah itu, Rasulullah mengirim Sa’ad bin Zaid Al-Anshari saudara
Bani Abdul Asyhal membawa tawanan-tawanan wanita Bani Quraizhah ke
Najed dan menukar mereka dengan kuda-kuda dan senjata.
Rasulullah memilih salah seorang wanita Bani Quraizhah yang ber-nama
Raihanah binti Amr bin Khunafah untuk diri beliau sendiri. Ia
berasal dari Bani Amr bin Quraizhah dan tetap dalam kepemilikan
beliau ketika beliau wafat. Rasulullah pernah menyatakan diri untuk
menikahi-nya dan memasang hijab padanya, namun ia berkata, ‘Wahai
Rasulullah, biarkan aku dalam kepemilikanmu, karena itu lebih baik
bagiku dan bagimu’. Rasulullah membiarkan status budaknya.
Pada saat Rasulullah menawan Raihanah binti Amr, ia tidak mau masuk
Islam dan tetap memilih menjadi orang Yahudi. Karena itu, beliau
melepaskannya dan kecewa karenanya.
Rasulullah sedang bersama para sehabat, tiba-tiba beliau mendengar
suara dua sandal di belakang, kemudian beliau bersabda, ‘Ini pasti
suara Tsa’labah bin Sa’yah yang menyampaikan berita gembira kepadaku
tentang masuk Islamnya Raihanah’. Betul, Tsa’labah bin Sa’yah tiba
di tempat beliau kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, Raihanah telah
masuk Islam’. Berita tersebut sangat menggembirakan hati
Rasulullah’.”
“Tentang Perang Khandaq dan Bani Quraizhah, Allah SWT., menurun-kan
surat Al-Ahzab. Di surat tersebut, Allah menyebutkan musibah yang
menimpa kaum muslimin, nikmatNya kepada mereka, perlindunganNya
kepada mereka, dan bagaimana Dia menghilangkan musibah tersebut dari
mereka setelah adanya ucapan orang-orang munafik.
Allah SWT., berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang
telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara,
lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak
dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang
kamu kerjakan.” (Al-Ahzab: 9)
Tentara-tentara yang dimaksud dalam ayat di atas adalah orang-orang
Quraisy, Ghathfaan dan Bani Quraizhah. Tentara-tentara yang dikirim
untuk melawan mereka adalah angin dan para malaikat.
“(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari
bawah-mu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu
naik menyesak sampai ketenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah
dengan bermacam-macam purbasangka.” (Al-Ahzab: 10)
Orang-orang yang datang kepada kaum muslimin dari atas mereka adalah
orang-orang Bani Quraizhah, sedang orang-orang yang datang dari
bawah mereka adalah orang-orang Quraisy dan Ghathafan. Kemudian
Allah berfirman,
“Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya)
dengan goncangan yang sangat. Dan (ingatlah) ketika orang-orang
munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata:
‘Allah dan RasulNya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu
daya’.” (Al-Ahzab: 11-12)
Orang yang berkata seperti itu adalah Mu'attib bin Qusyeir.
Kemu-dian Allah SWT., berfirman,
“Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: ‘Hai
penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah
kamu’. Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk
kembali pulang) dengan berkata: ‘Sesungguhnya rumah-rumah kami
terbuka (tidak ada penjaga)’. Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak
terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari.” (Al-Ahzab: 13)
Orang-orang yang berkata seperti itu adalah Aus bin Qaa'idhi dan
orang-orang dari kaumnya yang sepaham dengannya. Kemudian Allah
SWT., berfirman,
“Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta
kepada mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan
mereka tiada akan menunda untuk murtad itu melainkan dalam waktu
yang singkat.” (Al-Ahzab: 14)
Fitnah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah kembali kepada
syirik. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah:
‘Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)’. Dan adalah
perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya.”
(Al-Ahzab: 15)
Mereka yang dimaksud adalah Bani Haritsah, merekalah yang ingin
mundur dalam perang Uhud bersama Bani Salimah. Kemudian mereka
berjanji kepada Allah untuk tidak mengulanginya. Allah SWT.,
menyebutkan apa yang telah mereka janjikan seraya berfirman,
“Katakanlah, ‘Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika
kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu
terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan
kecuali sebentar saja’. Katakanlah, ‘Siapakah yang dapat melindungi
kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau
menghendaki rahmat untuk dirimu’. Dan orang-orang munafik itu tidak
memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.”
(Al-Ahzab: 16-17)
Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang
menghalang-halangi di antara kamu.” (Al-Ahzab: 18)
Orang-orang yang menghalang-halangi tersebut adalah orang-orang
munafik. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya,
‘Ma-rilah kepada kami’. Dan mereka tidak mendatangi peperangan
melainkan sebentar.” (Al-Ahzab: 18)
Maksudnya mereka tidak mengikuti perang melainkan hanya sekali dan
tidak bersungguh-sungguh. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya),
kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang
terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati.”
(Al-Ahzab: 19)
Maksudnya, mereka seperti orang yang pingsan karena takut mati.
Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan
lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan.
Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya.
Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Al-Ahzab: 19)
Maksudnya mereka mencaci maki kalian dengan perkataan yang tidak
mereka sukai karena mereka tidak mengharapkan akhirat, tidak
mendapatkan pahala di sisi Allah dan takut mati sebagaimana
ketakutan orang yang tidak mengharapkan sesuatu apapun setelah
kematiannya. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu
belum pergi.” (Al-Ahzab: 20)
Golongan-golongan yang bersekutu yang dimaksud adalah orang-orang
Quraisy dan Ghathfaan. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali,
niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab
Badwi, sambil menanya-nanyakan tentang berita-beritamu. Dan
sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang,
melainkan sebentar saja.” (Al-Ahzab: 20)
Kemudian Allah SWT., berfirman kepada kaum mukminin,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(Al-Ahzab: 21)
Maksudnya agar kaum mukminin tidak lebih mencintai diri mereka
daripada Rasulullah SWT., dan kedudukan beliau. Setelah itu Allah
SWT., menyebutkan tentang kaum mukminin, kejujuran dan pembenaran
mereka terhadap musibah yang Allah janjikan kepada mereka guna
menguji keimanan mereka. Allah SWT., berfirman:
“Dan tatkala orang-orang mu'min melihat golongan-golongan yang
bersekutu itu, mereka berkata: ‘Inilah yang dijanjikan Allah dan
RasulNya kepada kita’. Dan benarlah Allah dan RasulNya. Dan yang
demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan
ketundukan.” (Al-Ahzab: 22)
Maksudnya, itu semua menambah kesabaran mereka terhadap musibah,
tunduk kepada takdir dan pembenaran terhadap janji Allah dan
rasulNya kepada mereka. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati
apa yang mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada
yang gugur.” (Al-Ahzab: 23)
Maksudnya, ada di antara mereka yang telah menyelesaikan tugas-nya
dan pulang menghadap Allah, yakni para sahabat yang gugur sebagai
syahid dalam peperangan Badar dan Uhud. Kemudian Allah SWT.,
ber-firman,
“Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu.”
(Al-Ahzab: 23)
Maksudnya mereka menunggu apa yang dijanjikan Allah kepada mereka
yaitu kemenangan atau mati syahid sebagaimana orang-orang yang
mendahului mereka. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Dan mereka sedikitpun tidak merobah (janjinya).” (Al-Ahzab:
23)
Maksudnya mereka tidak ragu-ragu terhadap agama mereka dan tidak
menukarnya dengan agama lain. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar
itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika
dikehendakiNya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 24)
Selanjutnya Allah SWT., berfirman,
“Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan
mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan
apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mu'min dari peperangan.
Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al-Ahzab: 25)
Orang-orang kafir yang dimaksud dalam ayat di atas adalah
orang-orang Quraisy dan Ghathfaan. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang
membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng
mereka.” (Al-Ahzab: 26)
Ahli Kitab yang dimaksud dalam ayat di atas adalah Yahudi Bani
Quraizhah. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka.Sebahagian
mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan.”
(Al-Ahzab: 26)
Maksud ayat di atas adalah pembunuhan kaum laki-laki dan menawan
anak-anak serta kaum wanita. Kemudian Allah SWT., berfirman,
“Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan
harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu
injak.Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.”
(Al-Ahzab: 27)
"Setelah menyelesaikan permasalahan Bani Quraizhah, luka Sa’ad bin
Muadz semakin parah, kemudian ia mati syahid karenanya".
Al-Hasan Al-Bashri yang berkata, ‘Sa’ad bin Muadz adalah seorang
yang gemuk. Ketika orang-orang memikulnya, mereka merasakan ringan.
Beberapa orang munafik berkata, ‘Demi Allah, ia seorang yang gemuk,
anehnya, kita tidak pernah memikul jenazah seringan ini’. Hal
tersebut terdengar oleh Rasulullah SAW., kemudian beliau bersabda,
‘Sesungguhnya Sa’ad bin Muadz mempunyai para pemikul selain kalian.
Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh para malaikat
senang dengan ruh Sa’ad bin Muadz dan Arsy bergetar karenanya.’
Korban dari kaum musyrikin ada tiga orang. Korban dari Bani
Abduddaar bin Qushai adalah Munabbih bin Utsman bin Ubaid bin
As-Sabbaq bin Abduddaar. Ia terkena panah dan meninggal dunia
karenanya di Makkah. Ibnu Hisyam berkata, “Utsman yang dimaksud
ialah Utsman anak Umaiyyah bin Munabbih bin Ubaid bin As-Sabbaq.”
Korban dari Bani Makhzum bin Yaqadzah adalah Naufal bin Abdullah bin
Al-Mughirah. Orang-orang Quraisy meminta Rasulullah menjual jasad
Naufal bin Abdullah kepada mereka. Di Perang Khandaq, ia menerobos
parit, mendapatkan kesulitan di dalamnya, kemudian tewas, dan kaum
muslimin menguasai jasadnya. Rasulullah SAW., bersabda, ‘Kita tidak
butuh jasad dan harganya’. kemudian beliau memberikan jasad Naufal
bin Abdullah kepada orang-orang Quraisy.
Korban dari Bani Amir bin Luai kemudian dari Bani Malik bin Hisl
adalah Amr bin Abdu Wudd. Ia dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib RA.
“Syuhada’ kaum muslimin di Perang Bani Quraizhah dari Bani Al-Harits
bin Al-Khazraj adalah Khallad bin Suwaid bin Tsa’labah bin Amr. Ia
dilempar dengan batu penggiling hingga tengkoraknya remuk. Ada yang
mengatakan bahwa Rasulullah SAW., bersabda, ‘Sesungguhnya Khallad
bin Suwaid mendapatkan pahala dua orang syahid’.
Selain itu, Abu Sinan bin Mihshan bin Hurtsan saudara Bani Asad bin
Khuzaimah juga meninggal dunia ketika Rasulullah sedang menge-pung
Bani Quraizhah. Jenazah Abu Sinan bin Mihshan dimakamkan di kuburan
Bani Quraizhah.
Pada saat para sahabat pulang dari parit (khandaq), Rasulullah SAW.,
bersabda, ‘setelah tahun ini, orang-orang Quraisy tidak akan
menyerang kalian, namun kalian yang akan menyerang mereka’. Ternyata
benar, sejak tahun itu, orang-orang Quraisy tidak menyerang kaum
muslimin dan sebaliknya Rasulullah yang menyerang mereka hingga
Allah SWT., menaklukkan Makkah untuk beliau.”
Catatan:
* Hal itu disebabkan ketika mereka telah terkepung dan yakin kalah,
mereka mengutus Sya's bin Qeis untuk meminta kepada Rasulullah agar
mereka diperlakukan seperti halnya Bani Nadhir, yakni meninggalkan
harta dan perhiasan serta pergi dengan membawa kaum wanita dan
anak-anak sebatas yang mampu dibawa oleh unta. Namun Rasulullah
menolaknya. Ia berkata: "Lindungilah nyawa kami dan selamatkanlah
anak-anak dan wanita kami. Kami tidak butuh apapun yang dapat dibawa
oleh unta." Namun Rasulullah tetap bersikeras membawa mereka kepada
hukum beliau. Akhirnya Sya's kembali menemui mereka dengan membawa
kegagalan. (Syarah Mawaahib karangan Az-Zarqaani).
** Dalam kitab Syarah Mawaahib disebutkan: "Sepertinya Abu
Lubabah mengerti dari penolakan Rasulullah untuk melindungi darah
mereka. Tahulah ia bahwa Rasulullah akan menyembelih mereka bila
mereka tunduk kepada hukum beliau. Oleh karena itulah ia
mengisyaratkan hal tersebut kepada Bani Quraizhah
*** Yakni apa yang mereka pahami dari perkataan Sa'ad: "Sungguh
telah tiba waktunya bagi Sa'ad bin Mu'adz untuk tidak takut terhadap
kecaman orang dalam menegakkan hukum Allah!" yakni Sa'ad akan
menjatuhkan hukuman mati terhadap Bani Quraizhah, maka mereka pun
menyampaikan kabar duka cita itu kepada Bani Quraizhah sebelum
hukuman dilaksanakan.
**** Ibnu Hisyam berkata: Wanita itulah yang melemparkan batu
penggiling kepada Khallad bin Suwaid hingga meninggal dunia |