Keberangkatan Ke
KHAIBAR (8 Muharram, 7 H)
Sepulangnya dari Al-Hudaibiyah, Rasulullah SAW
menetap di Madinah selama bulan Dzulhijjah dan sebagian bulam
Muharram. Pada akhir bulan Muharram, beliau berangkat ke Khaibar’.”
Dari Abu Muattib bin Amr ia berkata, ‘Ketika Rasulullah melihat
Khaibar, beliau berkata kepada para sahabat –ketika itu aku bersama
mereka–, ‘Berdirilah kalian!’. Rasulullah berkata, ‘Ya Allah, Rabb
langit dan Rabb segala yang dinaunginya, Rabb bumi dan Rabb apa saja
yang diangkutnya, Rabb setan dan apa saja yang dianutnya, Rabb angin
dan Rabb apa saja yang diterbangkannya, sesungguhnya aku meminta
kepada-Mu kebaikan kampung ini, penduduknya, dan apa yang ada di
dalamnya. Aku berlindung diri kepadaMu dari keburukan kampung ini,
penduduknya, dan yang ada di dalamnya. Majulah kalian dengan nama
Allah!’ Doa tersebut selalu diucapkan beliau setiap kali beliau
memasuki per-kampungan”.
Dari Anas bin Malik yang berkata, “Jika Rasulullah hendak menyerang
suatu kaum, beliau tidak menyerang mereka hingga pagi hari. Jika
beliau mendengar adzan di satu tempat, beliau menahan diri tidak
menyerbunya dan jika tidak mendengar adzan di satu tempat, beliau
menyerangnya. Kami berhenti di Khaibar pada malam hari. Rasulullah
bermalam hingga pagi hari, namun tidak mendengar adzan, kemudian
beliau berjalan dan kami mengikutinya. Ketika itu, aku berjalan di
belakang Abu Thalhah dan kakiku menyentuh kaki Rasulullah. Kita
bertemu para pekerja di Khaibar yang berangkat kerja dengan sekop
dan keranjang. Ketika mereka melihat Rasulullah dan pasukannya,
mereka berkata, ‘Muhammad bersama pasukannya’. Mereka lari tunggang
lang-gang, kemudian Rasulullah bersabda, ‘Allah Maha Besar,
hancurlah Khaibar. Jika kita tiba di halaman suatu kaum, sungguh
buruk pagi hari kaum yang telah diperingatkan’.”
Ibnu Ishaq berkata, “Ketika Rasulullah keluar dari Madinah menuju
Khaibar, beliau melintasi Ishr* dan membangun masjid di sana,
kemudian melintasi Ash-Shahba’**. Rasulullah dan pasukannya terus
berjalan hingga menuruni Lembah Ar-Raji’ dan berhenti di tempat
antara penduduk lembah tersebut dengan Ghathafan untuk
menghalang-halangi mereka memberi bala bantuan kepada penduduk
Khaibar, karena orang-orang Ghathafan pernah membantu orang-orang
Khaibar dalam menghadapi beliau. Ketika orang-orang Ghathafan
mendengar tempat beliau di Khaibar, mereka bersatu untuk menghadapi
beliau dan keluar untuk membantu orang-orang Yahudi dalam menghadapi
beliau. Ketika mereka baru berjalan beberapa meter, mereka mendengar
suara di belakang mereka tepatnya di kebun dan rumah mereka. Mereka
mengira kaum muslimin mengejar mereka. Oleh karena itu, mereka
pulang dan menetap di rumah dan kebun mereka, serta membiarkan
Rasulullah SAW mengha-dapi penduduk Khaibar”.
“Rasulullah SAW mendekati kebun-kebun secara berangsur-angsur dan
menguasainya satu demi satu. Benteng penduduk Khaibar yang pertama
kali beliau taklukkan ialah Benteng Na’im. Di benteng tersebut,
Mahmud bin Maslamah terbunuh karena dilempar batu penggiling dari
atasnya hingga ia meninggal dunia.
Benteng kedua yang beliau taklukkan adalah Benteng Al-Qamush,
benteng Bani Abu Al-Huqaiq. Dari mereka, Rasulullah SAW mendapatkan
tawanan-tawanan wanita, di antaranya Shafiyah binti Huyai bin
Akhthab –istri Kinanah bin Ar-Rabi’ bin Abu Al-Huqaiq– dan dua putri
pamannya dari jalur ayahnya. Beliau memilih Shafiyah binti Huyai bin
Akhthab untuk diri beliau sendiri. Tadinya, Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi
memin-ta Shafiyah binti Huyai bin Akhthab kepada Rasulullah SAW,
namun karena beliau memilihnya untuk beliau sendiri, maka sebagai
gantinya beliau memberikan dua putri paman Shafiyah dari jalur
pamannya kepada Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Tawanan-tawanan wanita
Khaibar dibagikan secara merata kepada kaum muslimin”.
“Setelah berhasil menaklukkan benteng-benteng Khaibar dan
kebun-kebunnya, Rasulullah SAW meneruskan perjalanan hingga tiba di
dua benteng, yaitu Al-Wathih dan As-Sulalim. Kedua benteng Khaibar
itulah yang paling akhir ditaklukkan kaum muslimin”. Rasulullah
mengepung mereka selama lebih kurang belasan hari.
‘Marhab si Yahudi keluar dari benteng Khaibar dengan senjata
leng-kap. Ia berkata,
‘Khaibar tahu aku Marhab
Penghunus senjata dan pahlawan yang teruji
Terkadang aku menikam dan memukul
jika singa-singa datang dalam keadaan marah
Sesungguhnya tanah perlindunganku adalah tanah yang tidak boleh di
dekati.”
“Setelah itu, Marhab berkata, ‘Siapa yang siap bertarung denganku?
‘Ka’ab bin Malik menjawab:
‘Khaibar tahu bahwa aku adalah Ka’ab
Penghilang duka, pemberani, dan kokoh
Jika perang telah dikobarkan maka dilanjutkan dengan perang
berikutnya
Aku mempunyai pedang tajam seperti kilat
Aku injak kalian hingga sulit melepaskan diri
Kami beri balasan atau mendapatkan rampasan’
Kami terus maju pantang mundur.”
“Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang siap menghadapi Marhab?’.
Muhammad bin Maslamah berkata, ‘Aku wahai Rasulullah. Demi Allah,
aku harus balas dendam, karena saudaraku terbunuh kemarin’.
Rasulullah SAW bersabda, ‘Berdirilah dan majulah kepadanya. Ya
Allah, bantulah dia!’. Ketika masing-masing dari keduanya telah
mendekat kepada la-wannya, tiba-tiba pohon tua di antara pohon Usyar
masuk di antara ke-duanya. Masing-masing dari keduanya berlindung
diri dari lawannya. Setiap kali salah satu dari keduanya berlindung
di pohon tersebut, lawannya memotong pohon yang menghalanginya
dengan pedang hingga masing-masing dari keduanya terlihat oleh
lawannya, kemudian keduanya seperti satu orang yang berdiri dan di
antara keduanya tidak ada lagi dahan pohon. Marhab menyerang
Muhammad bin Maslamah dan memukulnya dengan pedang, namun Muhammad
bin Maslamah terlindungi perisai kulit. Pedang Marhab masuk ke
perisai kulit Muhammad bin Maslamah, kemudian Muhammad bin Maslamah
memukul Marhab hingga tewas”.
“Setelah Marhab, keluarlah saudara Marhab, yaitu Yasir. Ia berkata,
‘Siapa berani bertarung denganku?’ Hisyam bin Urwah menduga bahwa
Az-Zubair bin Awwam keluar untuk menghadapi Yasir. Ibu Az-Zubair,
Shafiyah binti Abdul Muththalib, berkata, ‘Apakah ia akan membunuh
anakku, wahai Rasulullah?’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak, justru
anak-mu yang akan membunuhnya, insya Allah’. Az-Zubair bin Al-Awwan
keluar. Keduanya bertemu kemudian terjadilah pergulatan di antara
keduanya dan di akhir pergulatan Az-Zubair bin Al-Awwam berhasil
membunuh Tasir”.
Salamah bin Amr Al-Akwa’ yang berkata, ‘Rasulullah SAW mengirim Abu
Bakar Ash-Shiddiq RA dengan bendera beliau (Ibnu Hisyam berkata,
“Bendera tersebut berwarna putih”) ke salah satu benteng Khaibar.
Abu Bakar berjuang menaklukkannya, kemudian pulang tanpa hasil dan
kelelahan. Esok harinya, Rasulullah mengirim Umar bin Khaththab RA.
Umar bin Khaththab pun berjuang menaklukkan benteng tersebut, namun
gagal dan juga mengalami kelelahan. Setelah itu, Rasulullah SAW
bersabda, ‘Esok pagi, bendera ini pasti akan aku berikan kepada
orang yang mencintai Allah dan RasulNya. Allah memberikan
pertolongan melalui kedua tangannya dan ia bukan orang yang
melarikan diri’. Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib RA yang
ketika itu sakit mata, kemudian meludahi matanya dan bersabda,
‘Ambillah bendera ini dan majulah dengannya hingga Allah memberi
kemenangan kepadamu’. Demi Allah, ketika itu Ali bin Abi Thalib
lari-lari kecil dengan nafas terengah-engah. Ketika itu, aku di
belakang untuk mengikutinya hingga ia menancapkan bendera di batu
yang ditumpuk di bawah benteng. Salah seorang Yahudi melihat ke arah
Ali bin Abi Thalib dari atas benteng, kemudian bertanya, ‘Siapa
engkau?’. Ali bin Abi Thalib menjawab, ‘Aku Ali bin Abi Thalib’.
Orang Yahudi tersebut berkata, ‘Kalian menang, demi sesuatu yang
diturunkan kepada Musa. Ali bin Abi Thalib baru pulang ketika
berhasil menaklukkan benteng tersebut’.
“Rasulullah SAW mengepung penduduk Khaibar di kedua benteng mereka,
yaitu Al-Wathih dan As-Sulalim. Ketika mereka yakin kalah, mereka
meminta beliau mengusir mereka ke salah satu tempat dan tidak
membunuh mereka. Beliau mengabulkan permintaan mereka. Ketika itu,
beliau berhasil menguasai seluruh kebun penduduk Khaibar; As-Syiqq,
Nathah, dan Al-Katibah. Beliau juga menguasai seluruh benteng mereka
kecuali kedua benteng; Benteng Al-Wathih dan As-Sulalim. Ketika
orang-orang Fadak mendengar apa yang diperbuat penduduk Khaibar,
mereka mengutus wakil untuk menemui Rasulullah guna meminta beliau
mengusir mereka ke satu tempat, tidak membunuh mereka, dan
menyerahkan kekayaan mereka kepada beliau. Rasulullah mengabulkan
permin-taan mereka. Di antara orang yang mondar-mandir ke tempat
Rasulullah ialah Muhayyishah*** bin Mas’ud saudara Bani Haritsah.
Penduduk Khaibar meminta Rasulullah membagi dua kebun mereka. Mereka
berkata, ‘Kami lebih tahu tentang kebun tersebut dan lebih mampu
memak-murkannya daripada kalian’. Akhirnya, Rasulullah SAW berdamai
dengan mereka dengan syarat kebun mereka dibagi dua dengan beliau
dan jika beliau ingin mengusir mereka maka beliau berhak
melakukannya. Rasulullah juga berdamai dengan orang-orang Fadak
seperti itu. Jadi, Khaibar adalah harta fa’i kaum muslimin, sedang
Fadak milik khusus Rasulullah, karena mereka tidak menaklukkannya
dengan pasukan berku-da atau pasukan pejalan kaki”.
“Ketika Rasulullah merasa kondisi telah nyaman, beliau dihadiahi
kambing bakar oleh Zainab binti Al-Harits istri Sallam bin Misykam.
Sebelum itu, Zainab bertanya kepada beliau, ‘Apa yang paling engkau
sukai dari kambing, wahai Rasulullah?’ Rasulullah SAW menjawab,
‘Lengan’. Zainab membubuhkan racun sebanyak mungkin ke lengan
kambing, meracuni semua daging kambing, dan menghidangkan kepada
Rasulullah. Beliau mengambil lengan kambing, mengunyah sedikit
daripadanya, tidak menelannya, dan memuntahkannya. Sedang Bisy bin
Al-Barra’ bin Ma’rur yang ketika itu bersama beliau mengambil
seperti beliau dan menelannya. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya tulang
kambing tersebut memberitahuku bahwa ia beracun’. Beliau memanggil
Zainab dan ia mengakui meracuni kambing bakar tersebut. Beliau
bertanya kepada Zainab, ‘Kenapa engkau berbuat seperti itu?’. Zainab
menjawab, ‘Engkau telah bertindak terhadap kaumku seperti engkau
ketahui. Oleh karena itu, aku berkata, ‘Jika ia (Muhammad) seorang
raja maka aku bisa membunuhnya dan jika seorang nabi maka ia akan
diberitahu’. Rasu-lullah memaafkan Zainab, sedang Bisyr meninggal
dunia karena makanan yang dimakannya”. Ketika Rasulullah
meninggalkan Khaibar, beliau pergi menuju lembah Qurs, lalu beliau
mengepung penduduknya bebera-pa malam, kemudian pergi
meninggalkannya menuju Madinah.
“Rasulullah SAW menyelenggarakan pesta pernikahan dengan Shafiyah
binti Huyai di Khaibar atau di salah satu jalan. Wanita yang merias
Shafiyah binti Huyai untuk Rasulullah, menyisir rambutnya, dan
merapikannya adalah Ummu Sulaim binti Milhan, ibu Anas bin Malik.
Rasulullah bermalam dengan Shafiyah binti Huyai di kemah beliau,
sedang Abu Ayyub Khalid bin Zaid saudara Bani An-Najjar semalam
suntuk menghunus pedang menjaga dan mengelilingi kemah beliau.
Keesokan harinya, Rasulullah melihat Abu Ayyub di sekitar kemah,
kemudian bersabda, ‘Ada apa denganmu wahai Abu Ayyub?' Abu Ayyub
menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku khawatir wanita ini (Shafiyah)
men-celakakanmu, karena kita telah membunuh ayah, suami, dan
kaumnya. Ia baru saja masuk Islam, jadi, aku khawatir ia
mencelakakanmu’. Para ulama meyakini bahwa Rasulullah SAW bersabda,
‘Ya Allah, jagalah Abu Ayyub, sebagaimana ia semalam suntuk
menjagaku’.”
“Dalam perjalanan pulang dari Khaibar, Rasulullah SAW bersabda di
salah satu jalan di akhir malam, ‘Siapa orang yang siap menunggu
Shubuh untuk kita sehingga kita bisa tidur?’. Bilal berkata, ‘Aku
siap menunggu Shubuh untukmu, wahai Rasulullah’. Rasulullah berhenti
diikuti kaum muslimin, kemudian tidur. Sedang Bilal, ia mengerjakan
shalat beberapa raka’at. Usai shalat, ia bersandar pada untanya
untuk menunggu waktu Shubuh, namun rasa kantuk menyerangnya dan ia
pun tertidur. Tidak ada yang membangunkan Rasulullah dan kaum
muslimin melainkan sengatan sinar matahari. Beliau orang yang
pertama kali bangun. Beliau bersabda, ‘Apa yang engkau perbuat
terhadap kita, hai Bilal?’ Bilal menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku
tertidur sepertimu’. Rasulullah SAW bersabda, ‘Engkau berkata
benar’. Rasulullah menuntun unta tidak terlalu jauh kemudian
menghentikannya. Beliau berwudhu diikuti kaum muslimin, lalu
menyuruh Bilal mengumandangkan iqamah shalat, dan mengerjakan shalat
bersama kaum muslimin. Setelah salam, Rasulullah menghadap kepada
para sahabat dan bersabda, ‘Jika kalian lupa shalat, shalatlah jika
kalian telah ingat karena Allah SWT berfirman, ‘Shalatlah karena
ingat kepadaKu’.”
“Ketika Rasulullah SAW menaklukkan Khaibar, beliau memberi Ibnu
Luqaim Al-Absi hadiah yang di dalamnya terdapat ayam atau salah satu
binatang jinak. Penaklukan Khaibar terjadi pada bulan Shafar.
Ibnu Luqaim Al-Absi berkata tentang Perang Khaibar,
“Benteng Nathah dilumpuhkan Rasul
dengan pasukan besar yang bersenjata lengkap
yang mempunyai pundak dan punggung
Benteng Nathah merasa kalah ketika berita kematiannya disebarkan
Di tengah-tengah mereka terdapat orang-orang Aslam dan Ghifar
Pasukan tersebut menyerbu Bani Amr bin Zur’ah pada suatu pagi
Dan benteng Asy-Syiqq, penduduknya merasa kegelapan di siang hari
Setiap benteng mempunyai kesibukan dari pasukan berkuda
Yang berasal dari Abdul Asyhal atau Bani An-Najjar
Dan kaum Muhajirin yang ciri-ciri mereka diketahui dari atas
pelindung kepala mereka
Mereka tidak berniat melarikan diri
Sungguh aku tahu Muhammad pasti menang
Dan ia pasti menetap di sana hingga bulan Shafar
Orang-orang Yahudi membuka pelupuk matanya ke perang tersebut
Di bawah debu dengan pandangan yang gelap.”
CATATAN:
* Gunung yang terletak antara Madinah dan lembah Al-Far'u
** Nama sebuah tempat yang terletak di antara Madinah dan Khaibar
*** Silakan lihat kitab Jamharatun Ansaabul Arab karangan Ibnu Hazm
halaman 341 |