Silsilah
Hadits-Hadits Dla'if Pilihan (1)
Karya Syaikh al-Albany
Mukaddimah
Mengingat hadits Dla’if (Lemah) sangat banyak
terpublikasi di tengah masyarakat awam dan bahayanya bagi ‘aqidah
serta keberagamaan mereka, maka kiranya perlu diantisipasi dengan
membongkar dan menyingkap hadits-hadits tersebut serta menjelaskan
derajat (kualitas) nya sehingga umat menjadi melek karenanya.
Salah satu upaya yang patut diacungi jempol dan mendapat sambutan
positif di kalangan ulama Islam kontemporer, adalah buah karya dari
Syaikh al-‘Allamah, Nashiruddin al-Albany atau yang lebih dikenal
dengan Syaikh al-Albany. Yaitu, buku beliau yang berjudul
Silsilah al-Ahâdîts adl-Dla’îfah yang merupakan matarantai
hadits-hadits Dla’if (lemah), yaitu yang dikategorikan Bathil, Tidak
ada dasarnya, Tidak Shahih, Dla’îf Jiddan (Lemah Sekali), Munkar,
Mawdlu’ (Palsu).
Dengan dimuatnya hadits-hadits tersebut diharapkan kepada kita agar
menghindari penggunaannya dan mencukupkan diri dengan hadits-hadits
yang shahih saja. Dalam hal ini, Syaikh al-Albany juga menulis buku
yang lain yaitu Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah dimana
selain hadits shahih yang dimuat di dalam kitab ash-Shahîhain
(Shahîh al-Bukhary dan Muslim), beliau juga telah menyaring dan
menyeleksi hadits-hadits yang shahih saja di dalam kitab-kitab
selain itu alias as-Sunan al-Arba’ah.
Tentunya, setiap upaya dan niatan yang baik perlu kita junjung dan
sanjung dengan selalu berdoa agar Allah menerima amal para
pencetusnya. Adapun kesalahan dan kekeliruan, pasti akan ada sebab
manusia tidak terlepas dari hal itu, karenanya pula perlu
penyempurnaan lebih lanjut atas upaya-upaya yang telah dirintis oleh
Syaikh al-Albany tersebut.
Dalam penyajian rubrik ini, kami tidak memuat semua apa yang ditulis
dan dipresentasikan oleh Syaikh al-Albany di dalam bukunya tersebut,
sebab akan terlalu panjang, di samping ada hal-hal yang bersifat
teoritis hadits yang kiranya akan menyulitkan bagi orang awam dan
pemula. Tujuan kami di sini, hanyalah ingin mengingatkan dan
memberikan wawasan kepada para pembaca bahwa hadits-hadits tersebut
adalah lemah (Dla’if) yang para ulama sepakat untuk tidak
menjadikannya sebagai hujjah dalam agama, kecuali terkait dengan
hadits-hadits Dla’if dalam hal Fadlâ`il al-A’mâl (amalan-amalan
ekstra yang bernilai lebih/utama) yang memang ada di antara para
ulama memberikan persyaratan-persyaratan tertentu untuk
mengamalkannya.
Terlepas dari hal itu, setidaknya apa yang kami muat ini kiranya
dapat menjadi bekal bagi para pembaca untuk lebih berhati-hati di
dalam menjalankan agama dan barangkali juga bisa mengingatkan
orang-orang yang belum mengetahuinya. Rasulullah SAW., bersabda,
“Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir (ghaib).”
Semoga amal ibadah dan niat kita senantiasa kita lakukan semata-mata
untuk mendapatkan ridla-Nya dan bernilai ikhlash, amin.
1. HADITS PERTAMA
“Agama itu adalah akal, dan siapa yang tidak
memiliki agama, maka berarti dia tidak berakal.”
KUALITAS HADITS
Kualitas hadits ini adalah BATHIL
Takhrij Singkat
Redaksi seperti ini dikeluarkan oleh Imam an-Nasa`iy di dalam kitab
“al-Kuna” dan juga dikeluarkan darinya oleh ad-Dűlâby di dalam kitab
“al-Kuna wa al-Asmâ`” dari Abu Malik, Bisyr bin Ghâlib bin
Bisyr bin Ghâlib dari az-Zuhry dari Mujammi’ bin Jariyah dari
pamannya secara marfu’ dengan tanpa dimulai dengan kalimat pertama
di atas “ad-Dîn Huwa al-‘Aql” .
Pendapat Para Ulama Hadits
1. Imam an-Nasa`iy, “Ini adalah hadits Bathil dan Munkar.”
2. Ibn Hajar (ketika mengomentari lebih kurang 30-an hadits tentang
keutamaan akal yang dikeluarkan oleh al-Hârits bin Abi Usâmah di
dalam musnadnya) berkata, “Semuanya Mawdlu’”
3. Ibn al-Qayyim, “Hadits-hadits tentang akal semuanya adalah dusta.”
Komentar Syaikh al-Albany
Alasan kelemahan hadits ini adalah pada salah seorang periwayatnya
yang bernama Bisyr karena dia seorang periwayat yang Majhűl (anonim)
sebagaimana dikatakan oleh al-Azdy dan disetujui oleh Imam adz-Dzahaby
di dalam kitabnya Mîzân al-I’tidâl Fî Naqd ar-Rijâl dan Ibn
Hajar al-‘Asqalâny di dalam bukunya Lisân al-Mîzân.
Semua hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan akal tidak ada
satupun yang shahih, sehingga berkisar antara kualitas Dla’if dan
Mawdlu’ (Palsu). Hadits-hadits seperti ini banyak terkoleksi di
dalam buku “al-‘Aql wa Fadl-luhu” karya Abu Bakar bin Abu
ad-Dun-ya atau yang lebih dikenal dengan Ibn Abi ad-Dun-ya bahkan
beliau mengkritik diamnya pentashih buku tersebut, Syaikh Muhammad
Zâhid al-Kautsary atas riwayat-riwayat yang kualitasnya demikian.
(SUMBER: Silsilah al-Ahâdîts adl-Dla’îfah karya Syaikh
al-Albany, no.1, h.53-54)
HADITS KE-DUA
“Barangsiapa yang shalatnya tidak dapat
mencegahnya dari melakukan perbuatan keji dan munkar, niscaya dia
hanya semakin jauh dari Allah.”
KUALITAS HADITS
Kualitas hadits ini adalah BATHIL
Takhrij Singkat
Redaksi seperti ini dikeluarkan oleh Imam ath-Thabarany di dalam
kitabnya al-Mu’jam al-Kabiir (3:106:2- dalam transkrip
azh-Zhaahiriyyah), al-Qudlaa’iy di dalam Musnad asy-Syihaab
(43:2), Ibn Abi Haatim di dalam Tafsir Ibn Katsiir (II:414)
dan al-Kawkab ad-Daraary (83:2:1) dari jalur Laits dari
Thâwűs, dari Ibn ‘Abbas.
Pendapat Para Ulama Hadits
1. al-Haafizh, Ibn Hajar berkata –ketika menyebutkan biografi Laits
(salah seorang periwayat dari jalur hadits ini) di dalam bukunya
Taqriib at-Tahdziib-, “Seorang yang Shaduuq, di akhir
hayatnya banyak berubah (ngelantur) sehinggga tidak dapat membedakan
haditsnya. Karena itu, dia ditinggal (tidak digubris perinwatannya).”
2. al-Haafizh al-‘Iraaqy di dalam bukunya Takhrîj al-Ihyaa` (takhrij
hadits-hadits yang ada di dalam buku Ihyaa` ‘Uluum ad-Diin-red.,)
pada jld.I, h.143, “Sanadnya Layyin.”
3. al-Haitsamy di dalam bukunya Majma’ az-Zawaa`id (I:134)
juga mengaitkan cela/cacat hadits ini pada periwayat bernama Laits
tersebut.
Di antara Komentar Syaikh al-Albany
Sanad hadits di atas lemah karena kapasitas seorang periwayatnya
yang bernama Laits -bin Abi Sulaim-. Dia seorang yang lemah.
Al-Haafizh bin Jarîr juga mengeluarkan hadits ini di dalam tafsirnya
(20:92) dari jalur yang lain, dari Ibn ‘Abbas secara Mawquuf
(alias perkataan tersebut berasal darinya). Nampaknya inilah yang
benar sekalipun di dalam sanadnya tersebut terdapat seorang yang
anonim.
Imam Ahmad juga meriwayatkannya di dalam kitab az-Zuhd
(h.159) dan ath-Thabarany di dalam al-Mu’jam al-Kabiir dari
Ibn Mas’ud secara Mawquuf dengan lafazh,
“Barangsiapa yang shalatnya tidak dapat
mengajaknya untuk berbuat ma’ruf dan mencegahnya dari berbuat
kemungkaran, niscaya ia hanya semakin membuatnya jauh.”
Sanadnya Shahiih sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Haafizh
al-‘Iraaqy sehingga kembali kepada status Mawquuf.
Secara global, penisbahan hadits ini kepada Nabi SAW., tidak shahih.
Ia hanya shahih berasal dari ucapan Ibn Mas’ud, al-Hasan al-Bashary
dan diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas. (untuk lebih rincinya, silahkan
rujuk ke sumber kajian ini)
(SUMBER: Silsilah al-Ahaadiits adl-Dla’iifah karya Syaikh
al-Albany, no.2, h.54-59)
|