Tafsir Surat
Al-Fatihah
"Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,[1].Segala puji
bagi Allah, Rabb semesta alam,[2]. Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang,[3]. Yang menguasai hari pembalasan,[4]. Hanya
Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami
mohon pertolongan,[5]. Tunjukilah kami jalan yang lurus,[6].
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan
nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat[7]."
Beberapa Penjelasan
A. Status Surat
Surat ini adalah surat Makkiyyah berdasarkan pendapat
mayoritas ulama. (Tafsîr al-Baghawiy:1/16; al-Muharrir
al-Wajîz:1/61)
B. Nama Surat
Surat ini memiliki nama yang banyak sekali dan ini
menunjukkan kemuliaan dan keagungannya, sebab banyak nama
menunjukkan kemuliaan si empunya nama itu.
Diantara nama-namanya yang masyhur:
- Fâtihah al-Kitâb
- Ummul Kitâb
- Al-Qur`ân al-'Azhîm
- Ummul Qur`ân
- As-Sab'ul Matsâniy
C. Keutamaannya
Surat ini memiliki keutamaan yang agung dan telah dijelaskan
mengenainya oleh banyak hadits, diantaranya:
1. Hadits yang diriwayatkan oleh 'Ubâdah bin ash-Shâmit dari
Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam yang bersabda, "Tidak (sah/sempurna)
shalat seorang yang tidak membaca Fâtihah al-Kitab (Pembuka
Kitabullah, al-Fâtihah)." (Shahîh al-Jâmi', kitab
al-Adzân:1/184)
2. Dari Abu Hurairah radliyallâhu 'anhu, dia berkata, aku
telah mendengar Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
bersabda, "Allah Ta'ala berfirman, 'Aku telah membagi shalat
antara diri-Ku dan hamba-Ku dengan dua bagian; separuhnya
untuk-Ku dan separuhnya lagi untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku
apa yang dia minta.
Bila seorang hamba mengucapkan, 'al-Hamdulillâhi Rabbil 'Alamîn.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Hamba-Ku telah memuji-Ku.'
Dan bila dia mengucapkan, 'ar-Rahmânir Rahîm.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.'
Dan bila dia mengucapkan, 'Mâliki Yawmid Dîn.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.'
Dan bila dia mengucapkan, 'Iyyâka na'budu wa iyyâka nasta'în.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Inilah (bagian) yang diantara-Ku dan
hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.'
Dan bila dia mengucapkan, 'Ihdinash Shirâthal Mustaqîm
Shirâthal Ladzîna An'amta 'alaihim Ghairil Maghdlűbi 'alaihim
wa ladl Dlâllîn.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Inilah yang buat hamba-Ku dan bagi
hamba-Ku apa yang dimintanya." (HR.Muslim)
Dan banyak lagi hadits lainnya yang shahih mengenai
keutamaan surat ini.
D. Keutamaan Ucapan " Amîn "
Di dalam kitab Shahîh al-Bukhâriy, terdapat hadits yang
diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi
Wa Sallam bersabda, "Bila Imam mengucapkan 'Waladl Dlâllîn',
maka katakanlah 'Amîn', sebab siapa saja yang pengaminannya
bertepatan dengan pengaminan Malaikat, maka akan diampuni
baginya dosa-dosa terdahulu." (HR.al-Bukhâriy)
Sedangkan di dalam Shahîh Muslim, disebutkan, "Bila Imam
mengucapkan 'Waladl Dlâllin', maka katakanlah 'Amîn',
niscaya Allah akan menjawab (mengabulkan bagi) kamu." (HR.Muslim)
E. Membacanya Di Dalam Shalat
Membaca al-Fâtihah wajib hukumnya bagi setiap Muslim pada
setiap raka'at shalat dan tidak dapat diganti dengan membaca
terjemahan atau lainnya.
Membacanya adalah termasuk rukun shalat, baik yang fardlu
maupun sunnah dan hendaknya bagi makmum pada shalat
Jahriyyah (yang dinyaringkan bacaannya), membacanya dengan
Sirr (pelan, tidak nyaring).
(Mengenai hukum membaca surat al-Fâtihah dalam shalat ini
te0rdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama-red.,)
F. Makna Kalimat
"Alhamdu" artinya
sanjungan/pujian atas Allah dengan sifat-sifat
kesempurnaan dan sifat-sifat yang memang Dia layak
atasnya.
"Lillâhi" artinya
Dia-lah Yang dituhankan dan disembah, Yang berhak untuk
diesakan di dalam beribadah terhadap-Nya.
"Rabb" artinya al-Murabbi,
yaitu al-Mâlik (Pemilik). "Rabb" adalah nama dari
nama-nama Allah Ta'ala dan penggunaan kata ini di dalam
bahasa Arab untuk selain-Nya hanya dalam bentuk Mudlâf (Majemuk),
seperti ungkapan, "Rabbud Dâr" (pemilik/tuan rumah), dan
sebagainya.
"al-'Alamîn" artinya
semua yang selain Allah (alam semesta)
"ar-Rahmânir Rahîm"
yaitu dua nama yang menunjukkan bahwa Dia Ta'ala adalah
Pemilik rahmat (Maha pengasih) yang amat luas dan agung.
"Mâliki Yawmid Dîn"
yakni hari Kiamat. Dinamakan dengan Yawmud Dîn karena
Allah Ta'ala menyuruh mereka beribadah dengan amal-amal
mereka; bila baik, maka baik balasannya dan bila buruk,
maka buruk balasannya. Dan makna Mâliki Yawmid Dîn
adalah bahwa semua perintah itu adalah hanya untuk Allah
dan amat tampak sekali secara sempurna bagi para makhluk
kesempurnaan kepemilikan-Nya dan terputusnya kepemilikan
para makhluk.
"Iyyâka na'budu wa
iyyâka nasta'în" yakni kita tidak menyembah kecuali
Allah semata dan kita tidak meminta pertolongan kecuali
kepada-Nya, sehingga kita mengkhususkannya di dalam
beribadah dan meminta pertolongan serta meninggalkan
selain-Nya. 'Ibadah adalah sebutan yang mencakup setiap
perkataan, perbuatan lahir dan batin yang dicintai Allah
dan diridlai-Nya. Sedangkan arti Isti'ânah (minta tolong)
adalah berpegang kepada Allah di dalam mendapatkan
manfa'at dan menolak hal yang membahayakan disertai
kepercayaan terhadap-Nya di dalam mendapatkan hal itu.
sedangkan kenapa 'ibadah didahulukan atas Isti'ânah
adalah sebagai bentuk perhatian di dalam mendahulukan
hak-Nya di atas hak hamba-Nya.
"Ihdinash Shirâthal
Mustaqîm" yakni tunjukkan dan berilah kami petunjuk
serta taufiq. Ash-Shirâth al-Mustaqîm adalah jalan yang
dijelaskan dan menyampaikan kepada Allah, yaitu Islam
dan jalan orang-orang yang diberi nikmat kepada mereka,
yaitu dari kalangan para Nabi, orang-orang yang jujur,
syuhada dan orang-orang yang shalih.
"Ghairil Maghdlűbi 'Alaihim"
yaitu orang-orang yang mengenal al-Haq namun
meninggalkannya seperti orang-orang Yahudi dan
orang-orang yang menyerupai mereka dari kalangan
orang-orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya.
"Waladl Dlâllîn" ,
yaitu orang-orang Nashrani dan siapa saja yang menyembah
Allah dalam kondisi jahil dan sesat.
"Amîn" , ini tidak
termasuk ayat dalam surat al-Fâtihah, maknanya adalah Ya
Allah, perkenankanlah. Dianjurkan bagi Imam untuk
mengucapkannya, demikian juga dengan Makmum dan orang
yang shalat sendirian.
Sekalipun surat ini
ringkas namun mengandung hal yang tidak satu suratpun dari
surat-surat di dalam al-Qur'an mengandungnya. Ia mengandung
jenis-jenis tauhid; tauhid Rubűbiyyah, yaitu pada firman-Nya
"Rabbil 'Alamîn" ;tauhid Ulűhiyyah, yaitu diambil dari
lafazh al-Jalâlah "Allâh" dan dari firman-Nya "Iyyâka
Na'budu Wa Iyyâka Nasta'în" ; tauhid Asmâ` dan Shifât ,
yaitu menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah. Dalam
hal ini melalui penetapan pujian terhadap-Nya dan hal
lainnya.
G. Kandungan Surat
Penetapan tiga jenis
tauhid.
Penetapan kenabian,
yaitu pada firman-Nya "Ihdinash Shirâthal Mustaqîm"
sebab hal ini tidak mungkin dicapai tanpa adanya risalah
(kerasulan).
Penetapan adanya
balasan dan hisab terhadap amal-amal, yaitu pada
firman-Nya "Mâliki Yawmid Dîn".
Bahwa shalat yang
tidak dibaca di dalamnya surat al-Fâtihah dianggap
kurang (Khidâj).
Surat ini mengandung
doa-doa yang paling komplit dan paling bermanfa'at bagi
seorang hamba, yaitu "Ihdinash Shirâthal Mustaqîm". Oleh
karena itu, seseorang wajib berdoa kepada Allah pada
setiap raka'at dari shalatnya karena dia menghajatkan
hal itu.
(SUMBER:Silsilah
Manâhij Dawrâh al-'Ulűm asy-Syar'iyyah -at-Tafsîr- karya Dr.
Ibrâhim bin Sulaiman al-Huwaimil, h.30-35) |